kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pilkada tak langsung 'membunuh' calon independen


Minggu, 28 September 2014 / 09:40 WIB
Pilkada tak langsung 'membunuh' calon independen
ILUSTRASI. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih bergerak volatile hingga pekan kedua April 2023.


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pemilihan kepala daerah melalui DPRD berekses buruk kepada kemajuan demokrasi di Indonesia. Cara ini 'membunuh' calon kepala daerah yang bukan dari partai politik atau lewat jalur independen. 

"Pilkada tidak langsung membuat semakin tertutupnya akses masyarakat mendapatkan hak untuk dipilih menjadi kepala daerah lewat jalur independen. Karena jalur ke kekuasaan makin eksklusif di partai politik," kata Sosiolog Universitas Gajah Mada Arie Sudjito dalam siaran persnya pada Minggu (28/9) pagi. 

Pilkada melalui DPRD, kata dia, mempersempit proses rekrutmen politik. Calon kepala daerah melalui jalur independen tidak akan mungkin dipilih oleh seluruh fraksi partai politik di DPRD. Sebab, seluruh parpol terlebih dahulu memiliki calon kepala daerah sendiri.

Menurut Arie, kondisi demikian menyebabkan rakyat tidak lagi memiliki hak konstitusional. Rakyat jadi tidak lagi berhak menagih janji-janji kampanye si kepala daerah, rakyat tidak lagi berhak memprotes kebijakannya. Kepala daerah, lanjut Arie, pun semakin bersifat elitis. 

"Apa mereka yang mendukung pilkada tidak langsung itu memikirkan dampak negatif yang ditimbulkanya? Itu kan jelas membatasi akses rakyat berpartisipasi mengontrol kekuasaan karena pilkada hanya transaksi antara si calon kepala daerah dengan parlemen saja tanpa bisa diawasi rakyat," ujar Arie. 

"Cara begini yang pasti menyuburkan praktik korupsi. Kepala daerah bukan tidak mungkin memanfaatkan APBD sebagai ajang berburu harta," lanjut dia. 

RUU Pilkada resmi disahkan DPR RI, 25 September 2014. Berdasarkan UU baru itu, pilkada di tingkat provinsi, kota dan kabupaten dipilih oleh DPRD. (Fabian Januarius Kuwado)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×