Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan akan lebih baik dibanding tahun ini. Meski demikian, LIPI lebih pesimistis dibanding sejumlah institusi lainnya.
Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Agus Eko Nugroho mengatakan, pihaknya memperkirakan ekonomi Indonesia tahun depan hanya akan mencapai 5,22%, jauh dibanding target pemerintah yang dipatok dalam APBN 2018 sebesar 5,4%. Namun angka itu masih lebih baik dibandingkan dengan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan LIPI tumbuh 5,1%.
Agus mengatakan, tertahannya pertumbuhan ekonomi di tahun depan, utamanya dipengaruhi pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang juga masih tertahan. Agus bilang, kecenderungan perlambatan konsumsi rumah telah terjadi sejak tahun 2011 silam.
Kontribusi utamanya, "Pada konsumsi pakaian dan sepatu serta peralatan," kata Agus di Gedung LIPI, Kamis (14/12).
Tak hanya itu, pelemahan konsumsi rumah tangga terjadi lantaran peningkatan upah nominal buruh dan petani tidak berdampak signifikan terhadap upah riilnya. Sejak tahun 2014, upah riil buruh dan petani cenderung stagnan.
Pelemahan konsumsi rumah tangga juga dipengaruhi oleh sumber inflasi yang tak lagi dari bahan pangan. Penyumbang utama inflasi justru dari perumahan, energi, transportasi, dan komunikasi yang menekan masyarakat kelas bawah.
Oleh karena itu, pihaknya menilai bahwa pemerintah harus mendorong konsumsi masyarakat. Misalnya, dengan mengoptimalkan dana desa melalui percepatan penggunaannya. Juga dengan perbaikan penyaluran bantuan melalui karti-kartu agar lebih tepat sasaran dan tepat guna.
"Tentunya investasi juga menjadi aspek penting untuk ini. Tetapi saya kira catatan di konsumsi rumah tangga. Kalau terjadi tren penurunan, ini yang akan sedikit mengerem pertumbuhan ekonomi," tambah dia.
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Maxensius Tri Sambodo mengatakan, kondisi eksternal juga menjadi faktor penentu ekonomi tahun depan. Sebab kondisi eksternal memberikan ruang optimisme atas posisi tawar Indonesia yang semakin baik. Misalnya, posisi daya saing, kemudahan berbisnis, peringkat negara tujuan investasi, dan peringkat utang.
Namun di sisi lain, "Kondisi kebijakan ekonomi negara maju yang mulai meningkatkan suku bunga serta kegaduhan dalam hubungan internasional akhir-akhir ini patut diperhitungkan," kata dia.
Maxensius juga mengatakan, dinamika transaksi online yang masif pada tahun-tahun sebelumnya akan terus terjadi di tahun depan dalam kondisi persaingan yang semakin dinamis. Hal ini dinilainya, menuntut langkah-langkah lanjutan dari para pelaku bisnis untuk bersaing membangun efisiensi transaksi dan memberikan kemudahan sebesar-besarnya pada konsumen.
"Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan instansi terkait lainnya perlu bersatu padu untuk memastikan terbangunnya tata kelola yang handal seiring dengan booming di transaksi online," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News