Reporter: Azis Husaini, Umar Idris, Handoyo | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Sebuah kabar buruk tengah menghantui perusahaan pertambangan. Utamanya, mereka yang menjadikan pasar ekspor sebagai jangkar pendapatan selama ini. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan pemberlakuan bea keluar 15% dari nilai ekspor produk-produk mineral.
Padahal, selama ini, perusahaan pertambangan tidak terkena bea keluar sama sekali, alias nol persen, jika ingin mengekspor produknya ke luar negeri. Saat ini, usulan tersebut masih dikaji oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
Dirjen Mineral Batubara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan, sampai saat ini, dia masih menunggu keputusan Menteri Keuangan. "Usulan ini untuk meningkatkan penerimaan negara," tandas Thamrin di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Selasa (10/4).
Menggerus laba
Astera Primanto Bhakti, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF mengakui telah menerima usulan Kementrian ESDM ini. Namun ia menegaskan, tarif bea keluar sebesar 15% masih belum diputuskan BKF, apalagi oleh Menteri Keuangan. "Kami belum tahu kapan akan berlaku," kata Astera berkelit.
Eko Bayu Endriawan, Kepala Investor Relation PT Aneka Tambang Tbk mengungkapkan, ia belum mengetahui isi calon beleid itu secara detail.
Namun, dia memastikan, jika aturan bea keluar 15% disetujui Menkeu, dipastikan ini akan menggerus pendapatan dan laba perusahaan. "Karena tak mungkin menaikkan harga jual produk karena harga jual tergantung pada harga di pasar internasional," ujar dia.
Eksportir mineral terbesar di Tanah Air, PT Freeport Indonesia enggan menanggapi bakal beleid perpajakan ini. "Hingga kini, kami masih menganalisa aturan ini," ujar Ramdani Sirait, Juru Bicara Freeport Indonesia.
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Syahrir AB mengungkapkan, pemberlakuan bea keluar ini membuat investor kabur dan membunuh perusahaan pertambangan. Saat ini, pemerintah dan pemegang kontrak karya memegang aturan bernama nail down.
Nail down ini memuat perjanjian, perusahaan tambang terkena pajak badan sebesar 37% sampai 45%. "Ketika kontrak karya diteken, pada hari itu juga, pemegang kontrak karya sudah terkena pajak 37%-45%," ungkapnya.
Artinya, jika nail down dan bea keluar berlaku bersamaan, perusahaan tambang pengekspor mineral akan terkena pajak ganda. "Pemerintah harusnya menurunkan pajak badan dalam nail down, misalnya menjadi 25% namun bea keluar 15% tetap diberlakukan," katanya. Ini artinya, tidak ada tambahan pajak bagi perusahaan tambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News