kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pertumbuhan Ekonomi Pemerintahan Jokowi Sulit Capai 6%, Ini Alasannya


Senin, 06 November 2023 / 19:23 WIB
Pertumbuhan Ekonomi Pemerintahan Jokowi Sulit Capai 6%, Ini Alasannya
ILUSTRASI. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sulit mencapai 6% sepanjang masa periode Presiden Joko Widodo (Jokowi)


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kepemimpinan Presiden Joko Widodo tampaknya sulit mencapai 6% alias masih terjebak di kisaran 5%.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita melihat, memang perekonomian Indonesia pada pemerintahan Jokowi bukan di desain untuk tumbuh di kisaran 6%, melainkan untuk menahan agar pertumbuhan tidak turun lebih lanjut, sebagaimana tren penurunan pertumbuhan di pengujung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Memang sulit mencapai 6% pertumbuhan, karena grand strategy ekonomi kami didesain oleh pemerintahan Jokowi bukan untuk itu, tapi justru untuk menahan agar pertumbuhan tidak turun lebih lanjut," ujar Ronny kepada Kontan.co.id, Senin (6/11).

Ronny bilang, belanja infrastruktur yang besar merupakan bentuk reaksi pemerintah atas ancaman penurunan lebih lanjut pada pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, logika tersebut bisa diterima lantaran bentuk intervensi kasat mata pemerintah ke dalam ekonomi.

Baca Juga: Angka Pengangguran Masih Tinggi, Kualitas Pertumbuhan Ekonomi RI Perlu Diperbaiki

"Nah, logika intervensi itu sebenarnya adalah logika penyelamatan, baik di saat krisis maupun mencegah penurunan ekonomi lebih lanjut," katanya.

Misalnya saja program New Deal di Era Franklin D. Roosevart (FDR) pada tahun 1993 di Amerika. Ia bilang, program tersebut dilakukan untuk mencegah kehancuran ekonomi lebih lanjut pasca Great Depression 1929.

Hal yang sama juga melalui program Great Society di Era Lyndon Johnson pada tahun 1960-an yang bertujuan untuk mencegah krisis ekonomi akibat beban biaya perang Vietnam.

"Jadi logika dasar pembangunan ekonomi dengan mazhab infrastrukturnya memang bukan untuk mencapai 7%. Tapi untuk tidak jatuh di bawah 5%," terang Ronny.

Namun, melalui perekonomian yang bertumpu pada infrastruktur tidak akan membuat perekonomian Indonesia menyentuh angka 6% hingga 7%. Di sisi lain, indeks manufaktur justru loyo, SDA hilirisasi tak terlalu dinikmati, hingga tax ratio yang belum terungkit.

"Tapi tak pernah mencapai target 7% sebagaimana janji beliau (Jokowi), karena infrastruktur hanya menjawab satu hal, yakni konektifitas dan distribusi," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×