Reporter: Adinda Ade Mustami, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tahun 2015 tampaknya belum menjadi masa yang tepat bagi Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk mewujudkan ambisi mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 7%. Sebab, pada tiga bulan pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi kita masih bergerak melambat.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bilang, ekonomi Indonesia selama kuartal pertama tahun ini masih kurang darah. "Memang kami lihat pertumbuhan slow down, tapi kami tetap berupaya," katanya, Selasa (17/3).
Pelambatan ekonomi pada triwulan satu ini memang sudah terlihat. Salah satunya dari kinerja ekspor dan impor yang anjlok. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor Indonesia selama Februari 2015 hanya sebesar US$ 12,29 miliar. Angka ini merosot 16,02% ketimbang bulan yang sama di 2014 yang mencapai US$ 14,63 miliar. Bila dibanding Januari 2015, ekspor Februari turun 7,99%. Sementara impor Februari 2015 cuma US$ 11,55 miliar, atau turun 16,24% dibandingkan dengan Februari 2014 yang mencapai US$ 13,79 miliar. Bila dibanding Januari 2015, maka impor Februari turun sebesar 8,42%.
Celakanya, tiga komponen impor utama untuk mendongkrak pertumbuhan, yaitu impor bahan baku dan penolong, barang modal, serta barang konsumsi turun hingga double digit. Impor bahan baku dan penolong selama Januari–Februari 2015 hanya US$ 18,38 miliar, turun 15,88% dibanding dengan periode yang sama tahun 2014 yang senilai US$ 21,85 miliar.
Di bawah 5%
Sedang impor barang modal yang sepanjang Januari–Februari 2014 mencapai US$ 4,97 miliar, di dua bulan pertama tahun 2015 menyusut menjadi US$ 4,17 miliar. Impor barang konsumsi juga turun 14,36% jadi US$ 1,61 miliar.
Alhasil, Josua Pardede, ekonom Bank Permata, memperkirakan, ekonomi Indonesia pada triwulan I–2015 berada di bawah 5%. Kalaupun di atas 5%, tipis saja. Sehingga, belum ada peningkatan signifikan dibandingkan dengan triwulan IV– 2014 sebesar 5,01%.
Apalagi, Data BPS di dua bulan pertama 2015 menunjukkan, konsumsi barang konstruksi turun. Artinya, penyerapan belanja pemerintah dan investasi belum optimal, sehingga impor bahan baku dan barang modal turun dalam.
Dari sisi belanja pemerintah, penyerapan belanja terhalang pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yang baru rampung pertengahan Februari lalu. Menurut Josua, ekonomi kita baru akan betul-betul mekar pada paro kedua nanti, yang dipicu penyerapan belanja pemerintah untuk mendongkrak infrastruktur.
Senada, David Sumual, ekonom Bank Central Asia (BCA), memproyeksikan, pada semester kedua belanja pemerintah bisa meningkat. "Itu pun dengan catatan stabilitas terjaga, pelemahan rupiah tidak berlanjut," katanya. Tapi, Bank Indonesia (BI) tetap optimistis, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I–2015 bisa di atas 5%, lebih tinggi dari kuartal IV–2014.
Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, bilang, deflasi dalam dua bulan terakhir mendorong luruhnya inflasi tahunan menjadi 6,29%. Ini mendorong peningkatan konsumsi masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News