Reporter: Cecylia Rura | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pesta demokrasi yang akan berlangsung tahun 2018-2019 tampaknya akan menjadi pehelatan besar dalam dua tahun ke depan. Untuk mempersiapkan hal tersebut, dimulai dari pembukaan pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2019.
Lewat pantauan Kontan.co.id, hingga Senin (16/10) pukul 18.00 sudah ada 19 partai politik yang mendaftar ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Menteng, Jakarta Pusat, di antaranya Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Nasdem,
Partai Berkarya, Partai Republik, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Bhinneka Indonesia, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, Partai Rakyat, Partai Pemersatu Bangsa (PPB) dan Partai Idaman.
Sembilan di antaranya yakni Partai Perindo, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), PDIP, Partai Hanura, Partai Nasdem, PAN, PKS, Gerindra dan Golkar. Sementara lima partai lainnya harus melengkapi dokumen persyaratan. Batas akhir pendaftaran dan pelengkapan berkas akan diterima KPU hingga hari ini, Senin (16/10) pukul 24.00 WIB.
Melihat hal ini, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya memberikan pendapatnya soal peluang partai politik lama dan baru dalam Pemilu 2019.
"Peluang terbesar tentu saja dimiliki oleh partai politik lama, yang sudah pernah melewati parliamentary threshold, rasanya parpol lama sepertinya memenuhi, memiliki peluang besar untuk menang walaupun akan ada sistem baru yang bisa mengubah konstelasi," ungkap Yunarto saat dihubungi Kontan, Sanin (16/10).
Sistem baru yang dimaksud adalah ketika pemilu legislatif yang akan dibarengi dengan pemilu presiden. "Logikanya partai yang memiliki calon presiden memiliki peluang besar untuk mendapatkan suara, di situ akan menjadi PR besar bagi partai-partai yang hanya jadi pengekor, partai pendukung yang yang tidak memajukan kadernya sendiri untuk jadi capres," lanjutnya.
Melihat hal tersebut, menurutnya sekarang yang paling berpeluang besar untuk mendapatkan suara terbanyak adalah jika konstelasi pilpres masih pada Prabowo Subianto dan Joko Widodo. "Saya pikir pertama PDIP dan Gerindra yang akan bisa mendapatkan suara sangat besar," kata Yunarto.
Di sisi lain, ini akan menjadi pertarungan menarik di mana beberapa partai yang sudah menyatakan kesediannya mendukung Jokowi seperti Partai Nasdem dan Golkar serta partai yang mendukung Prabowo seperti Gerindra dan PKS, bagaimana mereka kemudian bisa tetap mendapatkan suara dari pemilih masing-masing capres tersebut.
Ia menambahkan, partai tersebut juga perlu berhati-hati ketika tidak dianggap identik dengan capres tersebut. Bukan mustahil, namun akan agak sulit bagi mereka termasuk menembus parliamentary threshold.
Yunarto juga mengatakan Partai Hanura harus berhati-hati karena dukungan suara yang cenderung terus turun. Meski, kini ada pergantian ketua umum termasuk jajaran anggota DPD yang mungkin bisa jadi energi baru.
Sementara itu, untuk partai baru seperti Perindo dan PSI menurutnya akan ada tantangan tersendiri. Contohnya, mereka akan sulit langsung bisa memajukan kader untuk menjadi capres.
Selain itu, diperlukan strategi untuk bisa mendapatkan suara dalam pemilihan capres, mengenalkan diri di tengah-tengah banyaknya partai lama yang terlebih dahulu sudah masuk di kancah politik.
Partai lama memiliki modal yang sangat besar untuk bisa lolos sebagai peserta Pemilu 2019. "Bagaimanapun mereka sudah punya market, nama yang dikenal," ungkap Yunarto.
Namun yang menarik baginya, untuk partai-partai yang tidak memiliki kader untuk capres, seperti Gerindra dan PDIP mereka akan bertarung mengumpulkan suara dari pendukung masing-masing capres.
Sebelumnya, sistem pileg dan sistem pilpres diadakan secara terpisah, tidak seperti sekarang yakni digabung. "Artinya pilpres akan sangat berpengaruh pada pileg, di situ pertarungan yang menarik," lanjutnya.
Pertarungan menarik yang dimaksud adalah pertarungan antar partai yang dilakukan selain apa yang dilakukan Gerindra dan PDIP untuk bisa bertahan dan melewati parliamentary threshold.
Yunarto menambahkan, Perindo memiliki kelebihan dengan database dan kekuatan modal, media, dan ketika Hary Tanoesoedibjo berada dalam partai tersebut. "Saya melihat struktur politik akan cukup baik, tingkat pengenalan juga akan cukup baik," ujarnya.
Sementara untuk PSI, cukup eksis di kalangan milenial melalui jalur media sosial di era digital sekarang. Meski demikian, belum diketahui apakah mereka memiliki kekuatan yang cukup di akar rumput.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News