kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Perlu insentif untuk genjot pajak UMKM e-commerce


Selasa, 29 Agustus 2017 / 22:10 WIB
Perlu insentif untuk genjot pajak UMKM e-commerce


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Hingga saat ini Ditjen Pajak masih mencari cara agar pengumpulan pajak di sektor e-commerce bisa maksimal. Khususnya, bagi wajib pajak skala UMKM yang bergerak di sektor e-commerce. Sementara, pelaku e-commerce yang berkapasitas besar, rata-rata sudah cukup taat membayar pajak.

Direktur Eksekutif Center Indonesia of Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, potensinya dari sektor UMKM di e-commerce sendiri besar, tetapi aturan masih berprespektif konvensional. “Kami lihat ada switching bisnis konvensional. Ke depan akan besar, jadi jangan sampai jadi bom waktu,” ujarnya di Hotel Ayana, Jakarta, Selasa (29/8).

Omzetnya di e-commerce sendiri diakui Yustinus memang besar, tetapi perdebatannya masih jalan di tempat, seperti siapa yang memungut pajaknya, “Misalnya endorser, siapa yang pungut pajak dia?” katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, dalam hal ini perlu insentif dan kemudahan untuk membayar pajak agar inisiatif mereka tidak mati. Ia mengatakan, pengusaha yang berperspektif digital cenderung malas daftar NPWP, isi berkas dan sebagainya, “Ketidakpraktisan ini sangat bertolak belakang dengan para pelaku e-commerce,” ucapnya.

Adapun, menurut Yustinus, definisi UMKM antara pajak dan Kemenkop UKM belum memiliki definisi yang tunggal. Oleh karena itu, kedua instansi ini seharusnya bisa bekerjasama.

“Ada 59 juta pelaku UMKM, harusnya ketahuan itu siapa dan bisa teregistrasi di Kemenkop dan DJP, problemnya di single id,” kata Yustinus.

Ia memperkirakan, total transaksi penjualan e-commerce saat ini sekitar Rp 150 triliun-Rp 200 triliun per tahun. Jika Ditjen Pajak tak mampu mengumpulkan pajak dari sektor ini, maka negara akan kehilangan potensi penerimaan pajak dari sisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh), sebesar 10% dari total transaksi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×