kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Perhepi: Peningkatan konsumsi masyarakat harus disikapi dengan langkah strategis


Rabu, 08 Agustus 2018 / 17:29 WIB
Perhepi: Peningkatan konsumsi masyarakat harus disikapi dengan langkah strategis
ILUSTRASI. ilustrasi pertanian


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Agung Jatmiko

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konversi lahan tanam menjadi non-tanam bila tidak diiringi dengan peningkatakan produktivitas pertanian bisa berdampak buruk. Padahal konsumsi masyarakat pada pangan bakal terus bertumbuh.

Menurut Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi saat ini rata-rata peralihan sawah setiap tahunnya sekitar 100.000 hektar (ha). Kemudian, tak hanya kehilangan lahan, namun konversi masyarakat desa ke kota juga mengalami peningkatan. Saat ini pembagian penduduk antara kota dan desa berada di rasio 53% banding 47%. Namun pada tahun 2025-2030 nanti, rasio akan berubah jadi 65% masyarakat di kota dan 35% di desa.

"Artinya masyarakat miskin akan bergeser ke kota karena perkembangan ekonomi area baru, tapi jumlah petani tidak akan berubah signifikan," kata Bayu, Rabu (8/8).

Akibatnya bila lahan bertambah sedikit dan jumlah petani tidak banyak berubah, produktivitas bisa berkurang karena tidak adanya regenerasi.

Lebih lagi, mengutip pemberitaan Kontan sebelumnya, menurut Kementerian Agraria dan Tata Ruang, kemampuan maksimal cetak sawah baru hanya sekitar 60.000 ha setiap tahunnya. Apabila, rata-rata peralihan sawah setiap tahunnya sekitar 100.000 Ha dan kemampuan cetak sawah baru hanya 60.000 ha, maka potensi kehilangan lahan sawah sebesar 40.000 Ha dalam setahun.

Padahal dalam perhitungan Perhepi, konsumsi pangan pada tahun 2025 akan melesat, pada komoditas beras akan naik 1,5% per kapita per tahun, unggas akan naik 22%, daging sapi naik 10,3%, ikan naik 11% dan sayur mayur akan naik pula. Khusus pada apel, akan mengalami kenaikan 55%.

Karena itu harus ada langkah konkrit untuk menanggulangi risiko ketahanan pangan. Bayu menyarankan sejumlah langkah, pertama adalah intervensi pada pola konsumsi masyarakat. Langkah ini bisa dilakukan dengan memberikan pemahaman pada masyarakat untuk mengkonsumsi makanan segar dan lokal.

Mudahnya, makanan segar berasal dari pasokan lokal. Maka dengan meningkatkan akses ke pangan lokal akan memotong beban distribusi sekaligus meningkatkan minat petani pada komoditas tanam setempat.

Artinya pemerintah juga harus mendorong diversifikasi pangan. Namun sayangnya konsumsi alternatif karbohidrat selain nasi, seperti komoditas umbi-umbian berupa singkong dan sagu masih relatif sedikit.

Kedua, mengoptimalkan pasokan sumber daya pangan strategis. Untuk ini, Bayu menyatakan kebijakan impor dan swasembada harus dilakukan dengan tepat.

"Dalam mempertimbangkan impor memang tidak mudah, bagaimana genjot swasembada tanpa gejolak, tapi saat buka keran impor untuk produk tertentu yang buka strategis, tidak akan kendorkan semangat swasembada," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×