Reporter: Handoyo | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Praktik penyelewengan pupuk bersubsidi masih marak. Buktinya, hingga awal April ini Kementerian Pertanian (Kementan) telah mendeteksi ada 24 perusahaan yang melakukan praktik pengoplosan pupuk.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, perusahaan yang melakukan praktik pengoplosan pupuk tersebut sudah diserahkan ke pihak berwajib. Kasusu praktik pengoplosan tersebut tersebut terjadi di beberapa wilayag seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jambi.
Menurut Amran, praktik pengoplosan pupuk bersubsidi tersebut biasa dilakukan dengan mencampur antara pupuk bersubsidi dengan pupuk non subsidi. "Perbedaan harganya cukup besar, itu yang menjadi pemicu," kata Amran, belum lama ini.
Melihat kondisi ini, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan kementerian terkait seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain itu, pengawasan dalam distribusi juga akan terus ditingkatkan agar pengolosan pupuk tersebut tidak terus meluas.
Sekadar gambaran saja, untuk pupuk urea bersubsidi ketentuannya berada di kisaran Rp 1.800 per kilogram (kg). Sementara pada praktiknya di lapangan, pedagang mengoplos menjual dengan menggunakan harga pasar hingga mencapai di kisaran Rp 3.000 per kg.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Herman Khaeron mengatakan, dalam rantai distribusi pupuk bersubsidi tersebut penyelewengan biasa terjadi di tingkat pengecer. "Keuntungan kecil, apalagi kuantum sedikit," kata Herman.
Oleh karena itu, Herman bilang perlu ada ketegasan pemerintah dalam menerapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk pupuk tersebut. Menurutnya, dalam lima tahun terakhir HET tidak berupah. Ini harus menjadi evaluasi agar praktik pengoplosan tidak berulang kembali.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) Hari Priyono mengatakan, untuk memperketat distribusi pupuk bersubsidi adalah dengan menerbitkan kartu bagi petani penerima. Implementasi penggunaan kartu untuk pendistribusian pupuk bersubsidi ini seluruhnya dapat dijalankan pada tahun depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News