Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengalokasikan anggaran untuk penanganan virus Corona (Covid-19) sebesar Rp 695,20 triliun.
Adapun berdasarkan realisasi pertanggal 19 Juni 2020, Pemerintah telah mencairkan dana untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 64,92 triliun.
Realisasi tersebut terbagi atas tiga sektor, yaitu belanja untuk jaring pengaman sosial sebesar Rp 59,77 triliun, belanja kesehatan sebesar Rp 1,27 triliun, dan belanja untuk program padat karya tunai di empat Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp 3,88 triliun.
Baca Juga: Pemerintah telah cairkan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 59,77 triliun
Namun sayangnya, data realisasi penyaluran dana untuk insentif dunia usaha, dukungan bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dan pembiayaan korporasi saat ini masih belum tersedia.
Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar B. Hirawan menilai, pencairan dana yang baru mencapai Rp 64,92 triliun atau 9% dari total dana penanganan Covid-19 sebesar Rp 695,2 triliun sangatlah lamban.
Fajar mencontohkan, pada belanja di bidang kesehatan pemerintah mengalokasikan dana mencapai Rp 87,55 triliun. Namun, realisasi belanja kesehatan baru mencapai Rp 1,27 triliun atau 1,45% dari total alokasi dana kesehatan.
"Hal yang menjadi pertanyaan, seperti apa proses pengelolaan dananya atau jalan-jalan ke mana dulu dana triliunan rupiah tersebut?," ujar Fajar kepada Kontan.co.id, Rabu (24/6).
Baca Juga: Realisasi belanja kesehatan hingga 19 Juni 2020 capai Rp 1,27 triliun
Lebih lanjut ia memperkirakan, setidaknya ada dua hal yang menjadi penghambat penyaluran dana penanganan Covid-19. Pertama, adanya tarik ulur atau semacam ego sektoral di jajaran Kementerian teknis. Terlebih ini menyangkut dana yang jumlahnya tidak sedikit.
Fajar berpendapat, setiap Kementerian merasa paling berhak untuk mengelola dan mengalokasikan dananya sesuai dengan fungsi atau tugas Kementerian terkait.
Kedua, terkait ketidaksiapan atau tidak adanya program strategis atau kebijakan teknis yang jelas dan terukur dalam penggunaan alokasi dana Covid-19.
Mandeknya pencairan dana ini, diasumsikan karena pemerintah masih belum memiliki program konkret dan terukur yang secara efektif mampu memperbaiki kondisi dari dampak pandemi.
Selain itu, Kementerian teknis juga belum tahu apa yang harus dilakukan. Masalah lainnya, adalah tidak ada gugus tugas khusus yang mengelola dana Covid-19.
Hal ini sangat disayangkan, pasalnya apabila seluruh anggaran hanya diserahkan kepada Kemenkeu saja, maka kondisi di lapangan akan terus lamban. Kementerian teknis juga akan saling berebut dana alokasi Covid-19, tanpa program atau kebijakan yang jelas dan terukur.
"Terus terang contohnya UMKM, Kementerian teknisnya pusing program apa yang harus dilakukan. Jadi menurut saya, pemerintah harus mampu mengidentifikasi secara lebih detail kebutuhan di masing-masing sektor dan menjalankan fungsi litbangnya," paparnya.
Baca Juga: Pulihkan ekonomi, pemerintah segera suntik anggaran Rp 30 triliun untuk perbankan
Apabila pemerintah siap untuk mengantisipasi kedua faktor tersebut, maka efektivitas dari anggaran penanganan Covid-19 ini baru bisa terlihat.
Adapun di dalam fungsi pengawasan, Fajar berharap agar peran masyarakat dan administrasi pemerintahan terkecil seperti Kepala Lurah atau Kepala Desa, bisa lebih proaktif.
"Self reporting atau self registration, khusus untuk kepala keluarga, masyarakat, atau bisnis termasuk UMKM, bisa menjadi solusi yang setidaknya dapat menjamin penyaluran dana Covid-19 tepat sasaran," kata Fajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News