Reporter: Handoyo | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah tidak dapat ditawar lagi. Liberalisasi tarif sebenarnya sudah dilakukan jauh hari sejak tahun 2010. Oleh karenanya, lembaga surveyor menjadi penting perannya dalam mengontrol masuknya produk-produk impor.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady mengatakan, saat ini tarif bea masuk (BM) barang di negara-negara kawasan ASEAN rata-rata sudah di bawah 5%. "Secara riil integrasi ekonomi sudah terjadi," kata Edy, Kamis (3/12).
Peran lembaga surveyor sangat penting tugasnya agar perlindungan terhadap konsumen dapat terjaga. Tidak hanya sekadar mencocokkan kebenaran dokumen saja, namun juga kualitas dan keamanan atas produk atau barang yang masuk ke dalam negeri.
Edy mengaku, kewaspadaan menghadapi MEA nanti bukan persoalan persaingan antar negara, namun lebih ke arah masuknya investasi dan perilaku korporasi internasional. Dengan biaya produksi yang tinggi, maka perusahaan internasional tersebut tidak seluruhnya investasi produk di Indonesia tapi hanya sebagian saja.
Produk yang dihasilkan dari perusahaan yang dibangun di luar Indonesia nantinya akan di jual di dalam negeri. Hal ini karena Indonesia menjadi pangsa pasar yang strategis lantaran jumlah penduduknya yang besar.
Pemerintah juga harus memberikan perhatian yang lebih bagi kalangan UMKM dalam menghadapi MEA. Dengan serbuan produk impor, UMKM harus di sokong dari sisi permodalan dan peningkatan kualitas agar dapat bersaing dengan negara-negara tetangga.=
Direktur Utama Sucofindo Bachder Djohan Buddin mengatakan, pihaknya sudah siap dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) maupun sarana dan prasarana penunjang. Memasuki MEA tahun depan, MEA telah melakukan investasi pada sejumlah teknologi dan layanan terbaru. Investasi ini diharapkan bisa meningkatkan daya saing Sucofindo di Indonesia maupun di tingkat regional.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman, setidaknya masih ada 1,2 juta industri kecil yang masih membutuhkan bantuan pemerintah dalam menghadapi MEA.
Bagi produsen makanan dan minuman, selama ini pengusaha Indonesia masih kalah dengan Thailand. Selain dari sisi harga, kemasan produk yang dihasilkan dari Thailand lebih menarik. "Di packaging, Thailnd luar biasa, apalagi yang kemasan plastik dan kaleng, itu luar biasa Thailand nomor satu," kata Adi.
Rektor Universitas Paramadina Firmanzah menambahkan, sebenarnya kekhawatiran pelaksanaan MEA sendiri tidak hanya dirasakan oleh Indonesia, tetapi juga negara-negara lain. Hal ini dikarenakan menguasai hampir separuh dari pangsa pasar di ASEAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News