kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45912,11   2,80   0.31%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penjelasan Ahok di hadapan hakim konstitusi


Senin, 22 Agustus 2016 / 14:00 WIB
Penjelasan Ahok di hadapan hakim konstitusi


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengajukan gugatan judicial review terhadap Pasal 70 (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Di hadapan majelis hakim, dia meminta agar MK memberi penafsiran terkait pasal yang menjelaskan mengenai cuti kampanye bagi calon petahana pada Pilkada tersebut.

"Saya meminta tafsiran dari pasal tersebut. Saya setuju (petahana) kampanye wajib cuti, tapi cuti adalah hak setiap orang dan saya bisa enggak ambil hak cuti saya dengan konsekuensi tidak berkampanye," kata Ahok, di depan majelis hakim MK, Gedung MK, Senin (22/8).

Ahok mengatakan, dia dipilih untuk menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta selama 60 bulan. Terlebih pada Pilkada DKI Jakarta, aturan yang dipergunakan bagi pemenang adalah 50 persen plus 1.

Di dalam aturan tersebut, calon petahana harus mengambil cuti selama masa kampanye, atau mulai dari 26 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017, atau selama empat bulan.

"Ini merugikan konstitusi jabatan saya untuk bekerja. Kalau pilkada berlangsung dua putaran, maka saya harus cuti paling tidak enam bulan. Bukan saya meminta Pak majelis hakim yang terhormat untuk tidak cuti kampanye, tapi saya terima konsekuensi tidak berkampanye kalau saya diizinkan boleh tidak cuti," kata Ahok.

Pada kesempatan itu, ia mengatakan, selama masa kampanye bertepatan dengan masa-masa penyusunan anggaran 2017. Sedangkan masa berakhir jabatannya pada Oktober 2017 mendatang. Sehingga ia merasa merugi jika tidak ikut mengawasi penyusunan anggaran tersebut. Alasan itulah yang dijadikan Ahok untuk menggugat aturan tersebut.

"Pemohon siap dengan konsekuensi tersebut dengan tidak berkampanye. Pemohon berpendapat, aturan cuti ini telah melanggar hak pemohon sesuai Undang-Undang 1945 untuk mendapat pengakuan, jaminan hukum yang adil, dan perlakuan yang sama di depan hukum," kata Ahok.

Ia berharap majelis hakim untuk menerima dan mengabulkan gugatan dirinya.

"Pemohon menyatakan materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 70 ayat 3 bertentangan dengan UUD 45 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat. Cuti adalah hak opsional yang dimiliki gubernur dan wagub pada tiap daerah, kalau hak cuti tidak digunakan, maka yang bersangkutan tidak boleh ikut kampanye pilkada. Mohon putusan yang seadil-adilnya," kata Ahok. (Kurnia Sari Aziza)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×