kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha perkebunan kritik RUU Perkebunan


Rabu, 18 Juni 2014 / 20:36 WIB
Pengusaha perkebunan kritik RUU Perkebunan
ILUSTRASI. Awal tahun 2023, Bank Indonesia (BI) melihat inflasi indeks harga konsumen (IHK) melandai secara bulanan. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Agus Triyono | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia mengkritik beberapa poin penting yang ingin diatur oleh DPR dalam Rancangan Undang- undang Perkebunan yang saat ini sedang dibahas. Menurut mereka, beberapa ketentuan tersebut terlalu mengikat dan membingungkan.

Delima HA. Darmawan dari Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia mengatakan salah satu kritik yang dilayangkan oleh asosiasinya adalah mengenai pembatasan investasi asing.  Sebagai catatan saja, DPR melalui Komisi IV sedang menggodok revisi UU Perkebunan. Salah satu poin penting yang mereka ingin atur dalam revisi uu tersebut adalah investasi asing.

DPR ingin, agar investasi asing dibatasi maksimal hanya 30% saja. Selain itu, DPR juga ingin membatasi kepemilikan lahan oleh satu kelompok perusahaan perkebunan maksimal hanya 100 ribu hektare saja. Selain itu, perusahaan perkebunan juga akan diwajibkan bekerjasama dengan petani dengan persentase minimal kerjasama sebanyak 20%.

Delima menilai, khusus untuk pembatasan investasi asing, pembatasan yang ingin dilakukan oleh DPR tidak tepat. "Kami tidak keberatan, tapi tidak usah pembatasan itu diatur dalam UU, cukup dalam peraturan pelaksana, masa angka pembatasan mau diatur dalam UU yang mengikat seperti itu," kata Delima usai Rapat Dengar Pendapat dengan DPR Rabu (18/6).

Kritik ke dua, soal pembatasan kepemilikan lahan. Menurut Delima, kepemilikan lahan oleh satu kelompok perusahaan perkebunan maksimal hanya 100 ribu hektare saja juga tidak tepat dan berpotensi membatasi ruang gerak pengusaha perkebunan. Sementara itu, kritik ke tiga berkaitan dengan isi ruu perkebunan.

Menurut Delima draft RUU Perkebunan tidak berimbang. Sebab, dalam draft RUU tersebut melulu hanya mengatur perkebunan dan pengusaha perkebunannya saja. Sementara itu, masalah pemberdayaan pekebun tidak diatur secara jelas. "Kami minta ini juga diatur sebab selama ini pemberdayaan di kita lemah, kita punya dana bea keluar perkebunan tapi itu tidak pernah digunakan untuk pemberdayaan," katanya.

Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi IV DPR sementara itu mengatakan bahwa pihaknya akan menjadikan usulan dari kalangan pengusaha tersebut sebagai masukan dalam pembahasan RUU perkebunan. Khususnya, menjelang proses harmonisasi RUU yang akan dilakukan di Badan Legislatif DPR pekan depan.

"Dengan usulan ini, kami akan buka klausul dengan episode baru bersama pakar dan pelaku usaha," katanya.

Sementara itu Mahendra Siregar, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan bahwa pemerintah sampai saat ini belum bisa memberikan jawaban terkait poin- poin penting yang ingin diatur oleh DPR dalam RUU yang mereka sedang godok tersebut. "Secara resmi DPR belum mengajukan ini ke pemerintah jadi kita tunggu," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×