kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.606.000   15.000   0,94%
  • USD/IDR 16.344   -4,00   -0,02%
  • IDX 7.254   72,45   1,01%
  • KOMPAS100 1.072   14,00   1,32%
  • LQ45 846   11,26   1,35%
  • ISSI 216   2,67   1,25%
  • IDX30 435   5,13   1,19%
  • IDXHIDIV20 520   7,20   1,40%
  • IDX80 122   1,61   1,34%
  • IDXV30 124   0,81   0,65%
  • IDXQ30 143   2,12   1,50%

Pengusaha Keluhkan Kewajiban Parkir Devisa Hasil Ekspor SDA 100%


Rabu, 22 Januari 2025 / 05:25 WIB
Pengusaha Keluhkan Kewajiban Parkir Devisa Hasil Ekspor SDA 100%
ILUSTRASI. Pengusaha menilai kebijakan DHE SDA akan membuat biaya modal kerja naik signifikan bagi para eksportir.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah upaya pemerintah memperkuat cadangan devisa melalui kewajiban penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) di dalam negeri, para pengusaha justru menghadapi tantangan baru. 

Biaya tambahan yang muncul akibat aturan ini membuat pelaku usaha, terutama eksportir, harus memutar otak untuk menjaga likuiditas perusahaan mereka.

Seperti yang diketahui, pemerintah akan mewajibkan eksportir untuk memarkirkan DHE SDA 100% di dalam negeri selama jangka waktu minimal satu tahun.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono, menilai kebijakan ini akan meningkatkan biaya modal kerja yang signifikan bagi para eksportir.

Baca Juga: Devisa Hasil Ekspor SDA Wajib Simpan 100% Minimal 1 Tahun, Ini Respons Gapki

Menurutnya, walaupun bunga yang ditawarkan untuk penempatan DHE lebih tinggi dari bunga deposito dolar AS saat ini, yaitu sekitar 2%-3% per tahun, perusahaan tetap harus meminjam dana untuk menutupi modal kerja yang tertahan.

"Dan saat ini kalau back to back dengan deposito bunga pinjaman ditambah 1,5% dari bunga deposito, ujung-ujungnya perusahaan tetap harus mengeluarkan biaya tambahan," ujar Eddy kepada Kontan.co.id, Selasa (21/1).

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Chandra Wahjudi, Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai kebijakan tersebut membawa tantangan tersendiri, terutama terkait biaya tambahan yang lebih besar dari insentif yang ditawarkan.

"Dan lagi dengan cash colleteral tentunya ada bunga yang harus dibayarkan. Ini pastinya akan lebih besar dari insentif yang diberikan. Artinya akan ada extra cost yang dikeluarkan oleh eksportir. Setiap sektor memiliki tantangan dan profit margin yang berbeda. Ini harus dipertimbangkan lebih lagi," kata Chandra.

Baca Juga: Pemerintah Wajibkan Eksportir Simpan 100% DHE SDA, Cadev Bisa Bertambah US$ 90 Miliar

Chandra berharap pemerintah dapat mengkaji kembali aturan tersebut agar tidak memberatkan sektor ekspor yang menjadi andalan devisa negara.

Menurutnya, yang dibutuhkan eksportir adalah insentif yang mendukung likuiditas tanpa menambah beban biaya.

"Jika ada insentif yang dapat memperkuat likuiditas perusahaan tanpa menimbulkan  extra cost tentunya akan sangat membantu. Jadi kami mohon agar pemerintah dapat menangguhkan aturan ini," pungkasnya.

Selanjutnya: Harga Shell Super Turun Tipis Usai Naik, Bisakah Lebih Murah Dari Pertamax, BP, Vivo?

Menarik Dibaca: Begini Cara Menghadapi Atasan yang Galak di Kantor!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×