Reporter: Ratih Waseso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 semakin dekat. Masing-masing pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (Capres-Cawapres) berlomba menyampaikan visi misi hingga program kerja yang akan diusung ketika nantinya terpilih dalam ajang kontestasi.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan, sektor usaha berharap pemimpin masa depan Indonesia memenuhi sejumlah kriteria. Pertama, pemimpin terpilih nantinya diharapkan memiliki komitmen pada transparansi dan membuka ruang luas bagi suara seluruh pemangku kepentingan perekonomian Indonesia, baik nasional dan asing.
Pasalnya, perekonomian Indonesia tidak dapat tumbuh eksponensial dalam waktu yang relatif singkat atau 5-10 tahun ke depan tanpa dukungan atau kerja sama dengan negara lain. Demikian juga tanpa adanya benchmarking daya saing dan produktivitas ekonomi Indonesia dengan negara-negara peer group, seperti ASEAN-5 atau BRICS.
Selanjutnya, pengusaha berharap sosok yang nantinya memimpin merupakan seorang yang bijaksana, transparan dan rasional dalam pengambilan keputusan.
Baca Juga: Adu Gagasan Capres di KPK Disambut Baik Pegiat Antikorupsi, Akademisi, hingga Seniman
"Kami berharap konsistensi atas independensi dari kepentingan partai pengusung. Juga tidak mengambil keputusan berdasarkan opini yang populer di masyarakat, dengan bersikap objektif," kata Shinta dihubungi Kontan.co.id, Jumat (19/1).
Menurutnya, pemimpin ke depan harus dapat mengambil keputusan secara holistik yang mempertimbangkan dampak internal dan eksternal, serta kepentingan ekonomi lintas sektor, bisnis lintas skala, masyarakat, pasar, pekerja dan dunia usaha.
Tak hanya itu, Shinta menegaskan pemimpin mendatang juga perlu cermat mempertimbangkan fakta dan konsekuensi ekonomi yang mungkin timbul dari kebijakan yang diambil.
Capres-Cawapres yang terpilih juga harus menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik dan birokrasi yang efisien. Hal tersebut berkaca bahwa 80% permasalahan iklim usaha serta investasi di Indonesia bukan disebabkan oleh peraturan perundang-undangan saja. Tetapi karena tata kelola, tumpang tindih, pelaksanaan peraturan yang tidak konsisten, hingga birokrasi yang tidak efisien.
"Evaluasi dan tinjauan dampak ekonomi diperlukan untuk mengkalibrasi ulang peraturan yang ada. Sudah saatnya ke depan kita punya mekanisme konsultasi publik-swasta yang konsisten dan sistematis, agar tidak melemahkan transparansi peraturan dan komunikasi publik yang baik untuk peraturan yang akan datang," jelasnya.
Shinta mengatakan, pemimpin baru juga perlu mengelola aparatur pemerintahan secara praktis yang berorientasi pada hasil dengan memastikan akuntabilitas aparatur pemerintah. Khususnya ketika merancang dan melaksanakan program atau APBN yang dibelanjakan, untuk mencapai KPI pembangunan tertentu yang diperuntukkan bagi rakyat.
Baca Juga: Gibran Menjawab Singkat Soal Jokowi Sekeluarga Digugat Atas Dugaan Nepotisme
"Pemberantasan korupsi juga wajib menjadi agenda kerja untuk menciptakan birokrasi yang akuntabel, profesional, dan efisien," tegas Shinta.
Ia kembali mengingatkan bahwa kepemimpinan mendatang sangat fundamental agar Indonesia mampu lepas landas mencapai target Indonesia Emas. Menurutnya, seluruh KPI dan tonggak pembangunan Indonesia Maju 2045 harus tercapai tepat waktu jika Indonesia ingin menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045.
Untuk itu, pemimpin baru perlu berfokus pada dua hal. Di antaranya peningkatan konsistensi implementasi kebijakan reformasi struktural yg sudah ada. Kemudian menciptakan kepastian hukum dan koordinasi antar lembaga untuk meningkatkan confidence dan trust pelaku usaha/investor terhadap klim usaha/investasi nasional.
Kemudian, kepemimpinan selanjutnya perlu meneruskan dan menyempurnakan efektifitas capaian agenda reformasi struktural yang sudah dimulai atau sudah direncanakan.
Di antaranya melalui percepatan adopsi teknologi dan peningkatan kualitas SDM, pemanfaatan kebijakan industri, perdagangan, investasi dan persaingan usaha yang proper untuk mendukung pertumbuhan, percepatan transisi hijau, pembangunan infrastruktur yang bukan hanya sekedar infrastruktur fisik.
Sementara itu, Eddy Martono Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) berharap kepemimpinan mendatang bisa menyelesaikan permasalahan sektor sawit yang masih terjadi.
Baca Juga: Prabowo-Gibran Program Bagi-Bagi Susu, Ganjar-Mahfud Pilih Telur Gratis
Ia menyebut, saat ini masih ada kendala dari adanya tumpang tindih kebijakan pada sektor sawit. Padahal sawit kata Eddy terbukti menjadi penyumbang devisa yang sangat besar dan menyerap tenaga kerja yang tinggi.
"Kita pelaku usaha sawit berharap pemerintah ke depan terus dapat memberdayakan industri sawit Indonesia dengan kebijakan yang kondusif, karena Indonesia selain sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia tetapi di sisi lain juga sebagai konsumen minyak sawit terbesar di dunia," kata Eddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News