Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-undang Sumber Daya Air (RUU SDA) masih terus bergulir antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Adanya aturan pada pasal 47 huruf (g) untuk menyisihkan paling sedikit 10% dari laba usaha untuk konservasi SDA menuai berbagai protes dari para pengusaha, khususnya pengusaha air dalam kemasan (AMDK).
Baca Juga: Bersiaplah, pengusaha bakal diwajibkan membayar biaya jasa pengelolaan air
Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan (Aspadin), Rachmat Hidayat menilai aturan tersebut memberatkan pelaku usaha industri AMDK dan berpotensi menambah tekanan dalam kegiatan usaha.
"Asosiasi tidak bisa menerima kewajiban tersebut, karena biaya konservasi sudah ada di dalam komponen pajak air yang kami bayarkan," jelasnya pada Kontan.co.id, Selasa (23/7).
Baca Juga: Wacana pengenaan cukai plastik masih direspons negatif pengusaha
Soal besaran komponen pajak yang dibayarkan untuk kepentingan konservasi SDA, Rachmat mengatakan nilainya variatif, tergantung kondisi sumber daya air di setiap daerah.
Rachmat juga menilai RUU SDA dapat mengancam keberlangsungan dunia usaha. Pasalnya, RUU SDA mencampuradukkan fungsi sosial dan ekonomi industri AMDK.
Baca Juga: Apindo: Ruang pengelolaaan air bersih harus terbuka bagi swasta
"Kalau untuk fungsi ekonomi memang sudah keniscayaan jika kegiatan usaha membutuhkan air. Maka, hal lain yang lebih penting diatur oleh pemerintah agar fungsi sosial tidak dilanggar oleh fungsi ekonomi," katanya.
Ia mengaku pihak Aspadin mendukung kerja sama pelaku usaha dengan pemerintah maupun badan usaha milik negara/daerah dalam hal menjalankan fungsi sosial air.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News