kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengurangan Emisi Global Tak Hanya Bergantung Pada Pendanaan Negara Maju


Senin, 04 Desember 2023 / 19:22 WIB
Pengurangan Emisi Global Tak Hanya Bergantung Pada Pendanaan Negara Maju


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengkampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia, Uli Arta Siagian menilai, peran pendanaan dari negara maju untuk pelaksanaan agenda iklim global memang cukup besar. 

"[Pendanaan] penting untuk negara berkembang agar bisa semakin memperkuat aksi adaptasi dan mitigasi yang dilakukan," kata Uli dihubungi Kontan.co.id, Senin (4/12). 

Namun, Uli mengingatkan bahwa selain pendanaan dari negara maju, perlu juga ada upaya untuk berhenti dari ketergantungan fosil. Selain itu, secara drastis juga harus dilakukan upaya untuk mengurangi pelepasan emisi. 

Baca Juga: Menteri Keuangan: Indonesia Butuh Rp 1,5 Kuadriliun untuk Transisi Energi Hingga 2030

Kendati demikian, Uli menjelaskan aksi mitigasi dan adaptasi dalam pengurangan emisi tentu membutuhkan pendanaan. Ia menegaskan, pendanaan dari negara maju sebenarnya bentuk tanggung jawab mereka sebagai jejak kerusakan ekologis yang dilakukan. 

"Walhi berpandangan bahwa memberikan pendanaan saja tak cukup. Karena aksi mitigasi dan adaptasi juga harus diikuti dengan aksi untuk berhenti melepaskan emisi atau secara drastis melepaskan emisi dan berhenti menggunakan bahan bakar fosil," imbuh Uli. 

Apabila hal tersebut tak juga dilakukan negara maju dan berkembang, Uli menyebut pendanaan dan aksi lain tidak akan menutupi semua kerusakan ataupun krisis iklim yang terjadi. 

Maka, Uli menegaskan selain pendanaan yang paling utama dalam langkah pengurangan emisi global ialah percepatan penurunan pelepasan emisi serta berhenti mengkonsumsi bahan bakar fosil. 

Walhi juga menekankan bahwa, pendanaan dari negara maju harus dilakukan dalam bentuk hibah. Jika pendanaan dilakukan dalam bentuk utang maka akan sama seperti melanjutkan kolonialisasi. 

Baca Juga: Butuh Investasi Jumbo, Kebijakan Transisi Energi di Indonesia Dinilai Kurang Ambisius

Adapun mengenai, negara maju yang belum juga melakukan komitmennya Uli menilai lantaran orientasi negara maju masih berputar pada profit. Bahkan kata Uli aksi mitigasi yang dilakukan, bukannya melepaskan secara drastis emisi justru muncul ide memperdagangkan karbon. 

"Sedangkan kita tahu karbon offsetting melalui perdagangan karbon ini justru akan tetap terus meningkatkan pelepasan emisi dan laju penghancur di wilayah lain khususnya negara berkembang," jelasnya. 

Uli mengatakan agar Indonesia mampu mencapai target penurunan emisi perlu dilakukan koreksi kebijakan. Misalnya saja UU Cipta Kerja. Ia menyebut komitmen penurunan pelepasan emisi dan penanganan iklim tidak dapat dijalankan jika UU tersebut masih berlaku. 

Pasalnya roh dari UU Cipta Kerja kata Uli adalah perluasan dan peningkatan investasi tanpa diikuti penegakkan hukum dan peningkatan kualitas kebijakan lingkungan. "Yang paling penting dilakukan adalah koreksi kebijakan," tegasnya.  

Baca Juga: Roca Group Resmikan Terowongan Kiln Elektrik Pertama Untuk Produksi Keramik Sanitasi

Walhi melihat pihak yang seharusnya melakukan adaptasi untuk penurunan emisi bukan hanya rakyat. Akan tetapi negara dan korporasi. Dimana korporasi harus secara drastis menurunkan emisi yang timbul dari operasi bisnis mereka. Kemudian negara juga harus melakukan koreksi kebijakan, dengan memutus produk hukum yang berkontradiksi dengan komitmen iklim. 

"Dan memunculkan kebijakan yang mendukung berpihak pada aksi mitigasi dan perubahan iklim. Misalnya UU keadilan iklim. Rakyat itu sudah mitigasi dan adaptasi untuk memproteksi wilayah mereka. Pada rakyat semua upaya-upaya kekuatan adaptasi dan mitigasi yang tetap dikerjakan rakyat harus direkognisi menjadi sebuah aksi mitigasi yang selain diproteksi negara juga diarus utamakan jadi aksi-aksi bersama," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×