kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengobatan saat bencana ditanggung pemerintah


Rabu, 15 Januari 2014 / 09:23 WIB
Pengobatan saat bencana ditanggung pemerintah
ILUSTRASI. Sejumlah alat berat Komatsu milik United Tractors dipajang saat pameran Mining Indonesia 2019 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Rabu (18/9). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/18/09/2019


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pada kondisi bencana, kejadian luar biasa, dan wabah penyakit di suatu wilayah, pelayanan kesehatan masyarakat di pos kesehatan tak dijamin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Namun, tetap ditanggung pemerintah.

Ketentuan ”tidak dijamin” itu hanya berlaku jika pemerintah setempat telah menetapkan status darurat bencana. Jika tidak, peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap bisa berobat seperti biasa.

”Ketentuan ini untuk menghindari dobel klaim atau dobel pembiayaan,” kata Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Fajriadinur, di Jakarta, Senin (13/1).

Selama darurat bencana, pemerintah dan badan penanggulangan bencana menyiapkan langkah tanggap darurat, termasuk layanan kesehatan. Pos-pos layanan kesehatan biasanya didirikan di sekitar lokasi bencana atau di pengungsian, baik yang didirikan pemerintah, lembaga sosial, maupun organisasi profesi.

Layanan kesehatan di pos kesehatan itulah yang tak dijamin BPJS Kesehatan. Jika warga yang dilayani di pos kesehatan dirujuk ke rumah sakit, pembiayaannya menjadi tanggungan pemerintah. Dananya bersumber dari dana tanggap darurat bencana.

Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Sri Henni Setiawati mengatakan, dana pelayanan kesehatan selama masa tanggap darurat bencana memang sudah dianggarkan tersendiri, bukan berasal dari iuran peserta JKN yang dihimpun BPJS Kesehatan. Pembiayaan kesehatan selama tanggap darurat itu berlaku hingga ke rumah sakit rujukan tertinggi.

Jika pemerintah kabupaten/ kota kekurangan dana untuk kesehatan korban, pemerintah provinsi akan membantu. Selanjutnya, jika pemerintah provinsi tak mampu menanggung semua biaya kesehatan, pemerintah pusat akan turun tangan.

”Kebijakan ini untuk menjamin semua korban bencana, baik peserta maupun bukan peserta JKN, tetap berhak atas pelayanan kesehatan memadai,” ungkapnya.
Tak perlu khawatir

Henni meyakinkan masyarakat korban bencana, seperti korban banjir di Jakarta dan letusan Gunung Sinabung di Karo, agar tidak khawatir dengan pembiayaan kesehatan meski sistem pembiayaan kesehatan berubah.

Jika masa tanggap darurat bencana habis, pembiayaan korban kembali jadi tanggungan BPJS Kesehatan.

Meski demikian, menurut Fajriadi, selama masa tanggap darurat, peserta JKN yang jadi korban bencana tetap bisa berobat ke fasilitas kesehatan seperti biasanya, apa pun penyakitnya. Mereka tidak harus berobat ke pos pelayanan kesehatan.

”Ini untuk menjamin bahwa hak peserta JKN mendapat layanan kesehatan apa pun kondisinya, termasuk saat bencana, tidak hilang,” ungkapnya.

Prosesnya sama. Bencana tidak mengubah pola layanan kesehatan peserta JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Peserta JKN tinggal menunjukkan kartu kepesertaan JKN saat akan berobat.

Sistem rujukan juga tetap sama. Selama bencana, peserta JKN tetap harus berobat ke fasilitas kesehatan dasar terlebih dahulu, kecuali dalam keadaan gawat darurat. (MZW)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×