Reporter: Agus Triyono | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Sidang Paripurna DPR pada Kamis pekan lalu (10/7) menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan menjadi usul inisiatif DPR. Melalui RUU ini, DPR akan memasukkan aturan penggunaan tembakau petani dalam industri produk tembakau, termasuk rokok.
Dalam Pasal 20 draft RUU Pertembakauan, ada kewajiban bagi setiap pelaku usaha di bidang pertembakauan, termasuk industri rokok untuk menggunakan tembakau lokal minimal 80% dari total kapasitas produksinya. Jadi, industri hanya diperbolehkan memanfaatkan tembakau impor untuk produksinya maksimal 20% dari kapasitas produksi.
Pasal 15 ayat 2 RUU ini juga membatasi perdagangan tembakau impor. Importir dilarang menjual tembakaunya di pasar khusus yang dibentuk oleh pemerintah daerah.
Untuk mencegah permainan pemakaian tembakau impor dan memudahkan perhitungan kebutuhan tembakau, pasal 14 mengatur kewajiban industri melaporkan perkiraan jumlah dan kualitas tembakau yang dibutuhkan. Laporan harus diserahkan paling lambat setahun sebelum melakukan pengolahan tembakau.
Ada sanksi tegas bagi industri yang melanggar batas maksimal penggunaan tembakau impor. Mulai dari peringatan tertulis sampai pencabutan ijin usaha. Sanksi ini diatur di Pasal 22 ayat 2 RUU ini.
Poempida Hidayatullah, anggota Badan Legislasi DPR mengatakan, rencana pembatasan penggunaan tembakau akan diterapkan untuk melindungi petani domestik. "Kami hanya bolehkan impor tembakau maksimal 20%," katanya.
Nurtanto Wisnubroto, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Jawa Tengah menilai, aturan pembatasan tembakau impor mendesak dilakukan. Sebab, banjirnya tembakau impor cukup mengganggu keberadaan tembakau petani.
Sejak impor tembakau naik dari 28.000 ton per tahun pada 2003 jadi 137.000 ton pada 2013, harga tembakau petani di dalam negeri jatuh. "Karena itu, kami berharap langkah ini bisa memperbaiki harga tembakau petani," kata Nurtanto
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News