Reporter: Bambang Rakhmanto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Undang-undang tentang Mata Uang telah lahir. Di dalamnya terdapat kewajiban menggunakan rupiah di setiap transaksi dalam negeri. Namun beleid ini ternyata belum memberi kejelasan mengenai bagaimana penerapan dan pengawasannya kelak di lapangan.
Ketua Panitia Kerja RUU Mata Uang DPR Achsanul Qosasi menegaskan, UU Mata Uang melarang transaksi yang memakai mata uang asing di Indonesia. ”Itu ada sanksi hukumnya,” ujarnya, akhir pekan lalu.
Kendati demikian, Achsanul mengakui akan ada kesulitan dalam melakukan pengawasan terhadap setiap transaksi yang berlangsung saban hari. Tetapi, menurutnya, minimal kita sudah punya ada undang-undang yang mengatur tentang hal itu.
Ia mencontohkan, semisal terjadi transaksi yang menimbulkan konflik dan melibatkan pelanggaran mata uang. Dengan adanya UU Mata Uang, maka ada acuan hukum. Dengan kata lain, konflik atau pelanggaran yang terjadi bisa dibereskan secara hukum berdasarkan UU Mata Uang.
Di luar itu, memang sulit mengamati apakah semua orang selalu memakai rupiah dalam setiap transaksi. Achsanul menyatakan, aturan ini merupakan kontrol yang tidak melekat. "Sepanjang tidak ketahuan, pengusaha bisa saja memakai mata uang asing," katanya.
Karena itu, kata dia, menjadi tugas DPR dan pemerintah mensosialisasikan aturan baru ini. "Sekarang kan masih proses sosialisasi, masih butuh waktu, karena UU ini berlaku pada saat nanti diundangkan," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz menambahkan, pengawasan penggunaan mata uang rupiah sekarang sudah menjadi kewajiban pemerintah dan Bank Indonesia. ”Jadi mereka yang berwenang untuk menindak jika terjadi pelanggaran,” tuturnya.
Harus ada monitoring
Pengamat ekonomi dari LIPI Latief Adam menyatakan, UU Mata Uang menunjukkan rupiah adalah mata uang yang kredibel. Maka, implementasinya tak bisa dibiarkan begitu saja. "Perlu ada pengawasan dan sifatnya segera,” tegasnya.
Menurutnya, pemerintah harus menindak tegas setiap pelanggaran atau transaksi perdagangan yang menggunakan mata uang selain rupiah. “Di tahap awal, pemerintah perlu membentuk tim yang mengawasi sekaligus mensosialisasikan undang-undang ini,” ucapnya.
Jika tidak dijalankan, beleid terbaru ini akan sia-sia belaka. Ia menyarankan, langkah awal yang perlu dikerjakan pemerintah adalah mengidentifikasikan daerah atau sektor yang sering bertransaksi menggunakan mata uang asing.
Latief mencontohkan, sektor yang biasa menggunakan transaksi mata uang asing, antara lain perhotelan, tempat elektronik, dan pelabuhan. “Setelah diidentifikasi, maka pemerintah langsung melakukan monitoring,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News