Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan kasasi Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut atas gugatan terhadap PT Berkah Karya Bersama (BKB), dinilai berimplikasi pada TPI (MNC TV) yang dimiliki PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) .
“Putusan itu bisa membatalkan transaksi jual beli PT Berkah Karya Bersama dan PT MNC," kata Pakar hukum perdata Universitas Indonesia (UI), Erman Rajagukguk dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Tribunnews, Sabtu (18/10).
Erman menegaskan, meski sudah ada jual beli tersebut, tetap saja putusan kasasi MA mengabulkan permohonan Mbak Tutut. "Karena itu, jelas ada implikasinya atas putusan itu terhadap MNCN," terangnya.
Sebelumnya diberitakan, MA telah mengabulkan kasasi Mbak Tutut untuk mengambil alih TPI, yang kini bernama MNC TV, dengan termohon PT Berkah Karya Bersama dkk. Berdasarkan situs kepaniteraan MA, putusan tersebut bernomor 862K/Pdt/2013, yang masuk pada 26 Maret 2013 dari PN Jakarta Pusat, diputus KABUL pada 2 Oktober 2013 lalu.
Putusan MA itu telah membalik putusan sebelumnya di tingkat Pengadilan Tinggi; di tingkat pertama permohonan Mbak Tutut dikabulkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat lalu Pengadilan Tinggi Jakarta menolak dengan alasan bahwa kasus seharusnya tidak ditangani oleh Pengadilan.
Di tingkat kasasi, MA berpendapat sebaliknya dan mengabulkan gugatan Mbak Tutut di PN. Kuasa hukum Siti Hardiyanti Rukmana, Hary Ponto berharap, jika Hary Tanoesudibyo merupakan seorang negarawan, sebaiknya mematuhi putusan MA tersebut.
"Tentunya sebagai negarawan harus mematuhi putusan hukum yang jelas-jelas merupakan putusan final terhadap perbuatan melanggar hukum" katanya. Dikatakan, sah-sah saja jika pihak Hary Tanoesudibyo mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan itu, namun tetap tidak masuk akal saat salinan putusan belum diterimanya.
"Jika salinan putusan belum diterima namun sudah menyatakan akan PK, berarti ada motif di belakangnya," terang Harry menegaskan. "Yang jelas, tidak semua kasus itu bisa PK, selama ada penerapan hukum yang salah atas putusan sebelumnya dan adanya alat bukti baru (novum). Kita siap menghadapinya kalau mengajukan PK," katanya. (Rachmat Hidayat/Tribunnews)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News