Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga kini penyidikan awal yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI terhadap BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) masih menjadi perbincangan hangat publik.
Pengamat jaminan sosial, Ahmad Ansyori yang juga mantan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menilai kewenangan penyidik untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan bila ditemukan bukti awal dan tentu penyidik menggunakan standar penyelidikan dan penyidikan termasuk asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence).
“Mengingat materinya mengenai pengelolaan investasi, maka harapan saya semua stakeholder SJSN (DJSN, BPJS, OJK, BPK) mengkomunikasikan regulasi investasi dalam SJSN agar penyidik mendapat informasi yang komprehensif tentang regulasi pengelolaan dana dalam SJSN,” kata Ansyori dalam keterangannya, Rabu (17/2).
Baca Juga: Kata KPK soal desakan tuntutan hukuman mati terhadap Edhy Prabowo dan Julian Batubara
Ia juga berpendapat, bahwa potential loss adalah dinamika dan natur dalam investasi di pasar modal atau saham, sehingga potential loss murni bukan wilayah hukum pidana. “Hal yang positif bahwa direksi dan dewas BPJS Ketenagakerjaan memberikan akses kepada penyidik untuk melakukan proses penyelidikan dan penyidikan,” imbuhnya lagi.
“Sudah seharusnya, dan kita percaya bahwa Kejagung RI akan profesional dan independen dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikan dalam hal ini,” tegasnya.
Penuntasan kasus, sambung Ansyori, ini diprioritaskan agar tidak berlama-lama, karena berpotensi menimbulkan kerancuan informasi di masyarakat. Dalam proses penyidikan benar-benar memahami perangkat regulasi tentang SJSN termasuk kekhususan pengelolaan investasi SJSN. Hal ini juga menyangkut kondisi pasar yg membutuhkan stabilitas, mengingat pada saat ini masih terhantam isu pandemi yang kita tidak tahu kapan akan berakhir.
“Saya berharap DJSN, BPK, OJK agar berkontribusi memberikan dukungan terhadap penyidik agar diperoleh pemahaman sebagai dasar penyidik menyimpulkan kasus ini,” kata Ansyori. Dirinya berharap, baik kementerian atau lembaga serta pemerintah daerah agar mendorong percepatan pendaftaran kepesertaan Jamsosnaker karena ini menyangkut hak asasi setiap pekerja. “Jangan salah menyikapi proses penyidikan yang sedang berlangsung,” terangnya.
”Namun saya percaya, BP Jamsostek tetap dapat memenuhi kewajibannya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan Unrealized Loss,” jelas Ansyori.
Baca Juga: Sempat Buron, Markus Suryawan Terpidana Korupsi Askrindo Diringkus Tim Kejaksaan
Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menaksir kerugian BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 20 triliun. Kerugian dalam jumlah besar tersebut diduga akibat dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah mengatakan bahwa kerugian tersebut setidaknya terjadi dalam tiga tahun terakhir. Kerugian dengan jumlah besar patut dipertanyakan mengenai kemungkinan risiko bisnis.
Nah sekarang saya tanya balik, di mana ada perusahaan-perusahaan yang lain unrealized lost sebesar itu dalam tiga tahun? Ada tidak transaksi itu saya ingin dengar itu," kata dia.
Kasus BPJS Ketenagakerjaan sudah masuk dalam tahap penyidikan, namun belum ada tersangka yang dijerat oleh penyidik Kejagung. Selain itu, jumlah kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi tersebut pun belum rampung dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Selanjutnya: Sepakat Jokowi, Fraksi PAN senang atas usulan revisi UU ITE
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News