Reporter: Syarifah Nur Aida | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pengamat Perpajakan Universitas Pelita Harapan Ronny Bako mengapresiasi serba-serbi langkah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk meningkatkan penerimaan pajak negara.
Langkah teranyar yang dilakukan DJP adalah meneken nota kesepahaman dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, dan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV terkait penyerahan data perusahaan untuk optimalisasi pajak.
Nota kesepahaman tersebut dinilai cukup efektif asal ada tindak lanjut yang serius dari DJP dan ketiga perusahaan tersebut. "Ditjen Pajak harus menggunakan tangan kantor wilayah untuk memastikan keabsahan data tersebut," ungkapnya.
Ronny menyebut setiap data tagihan listrik, data peserta BPJS, atau data terkait ekspor-impor ke depannya wajib mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menegaskan identitas terhutang pajak.
Soal pernyataan DJP yang meminta PLN memutus listrik Wajib Pajak (WP) yang terbukti mengemplang pajak, Ronny menilai, hal tersebut tak sesuai Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Sanksi yang paling tepat adalah pemberlakuan Pasal 38 UU KUP. "Sanksinya denda administrasi berupa membayar 150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar," paparnya.
Agar penerimaan pajak bisa lebih optimal, Ronny berharap ada instruksi presiden yang mewajibkan seluruh transaksi ekonomi terutama yang berhubungan dengan birokrasi pemerintah untuk mencantumkan NPWP sebagai syarat keabsahan transaksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News