Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
Dari sisi Asia, pelemahan ekonomi China terus melemah di mana perang dagang berkembang menjadi perang mata uang. Di sisi lain krisis politik di Hongkong hingga Jepang dan Korea Selatan yang terlibat perang dagang juga menjadi pengaruh pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dus, faktor itu membuat sektor pertambangan kembali melempem. Berdasarkan sektor, realisasi penerimaan sektor pertambangan sebesar Rp 47,39 triliun. Angka tersebut terkontraksi 22,1% secara tahunan, sementara pada periode sama tahun lalu mampu tumbuh 66,5%.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo mengatakan sektor pertambangan sangat dipengaruhi oleh dinamika pergerakan harga global serta demand global yang saat ini berada dalam tren menurun.
Baca Juga: Hingga Oktober, defisit APBN mencapai Rp 289 triliun
“Beberapa perusahaan pertambangan mengalihkan penggalian pertambangan dari yang masih di atas permukaan jadi lebih ke dalam,” kata Suryo saat pemaparan realisasi APBN periode Oktober 2019 di kantor Kemenkeu, Senin (18/11).
Di sisi lain, restitus pajak juga menjadi batu sandungan penerimaan utama negara itu. Suryo bilang bila hak Wajib Pajak (WP) tersebut tidak dihitung maka penerimaan pajak sampai dengan akhir Oktober tumbuh hingga 2,9%.
Kemenkeu mencatat pengembalian pajak sampai dengan akhir Oktober 2019 mencapai Rp 133 triliun. Adapun rinciannya berasal dari pemeriksaan sebesar Rp 81 triliun, upaya hukum lewat keputusan pengadilan Rp 22,5 triliun, dan restitusi yang dipercepat sebesar Rp 29 triliun.“Dibulatkan menjadi Rp 133 triliun,” ujar Suryo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News