Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan perubahan dalam penarikan Pendapatan Negara Bukan Penerima (PNBP) perikanan tangkap.
PNBP perikanan tangkap akan menggunakan metode pasca produksi dengan melihat jenis ikan dan produktivitas. Selama ini, penarikan PNBP sektor perikanan tangkap dinilai belum optimal.
"Tidak sampai 0,5% dari angka yang dinikmati oleh para pelaku usaha perikanan tangkap," ujar Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Muryadi saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (30/9).
Baca Juga: Begini pandangan Apindo soal kenaikan PNBP di sektor perikanan
Wahyu bilang, nilai produksi perikanan tangkap tahun 2020 lalu mencapai Rp 224 triliun. Di tengah kondisi pandemi virus corona (Covid-19) saat ini, nilai produksi diprediksi akan tetap meningkat pada tahun 2021 mencapai Rp 242 triliun.
Sementara itu, PNBP pada tahun 2020 lalu disampaikan Wahyu hanya sebesar Rp 600 miliar. Rendahnya PNBP tersebut membuat KKP mencari permasalahan PNBP yang ada saat ini. "Kita cari penerimaan negara yang selama ini belum kita hitung secara benar, secara adil dan wajar," terang Wahyu.
Wahyu menyebut pada Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 2021 tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada KKP tak jauh berbeda dari aturan sebelumnya. Namun, pada PP tersebut terdapat aturan baru terkait dengan penarikan pasca produksi.
Aturan tersebut menyebut penarikan untuk kapal penangkapan ikan hingga 60 Gross Tonnage (GT) dikenai sebesar 5% dikalikan nilai produksi ikan saat didaratkan. Sementara untuk kapal di atas 60 GT dikenai tarif 10% dikalikan nilai produksi ikan saat didaratkan.
Selanjutnya: PTBA: Realisasi penyediaan batubara ke PLN sampai Agustus mencapai 113% dari rencana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News