Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemkeu) menyatakan tingkat okupansi Pusat Logistik Berikat (PLB) terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jenis PLB. Peningkatan ini akan berdampak positif bagi penerimaan bea masuk yang turut meningkat.
Berdasarkan data DJBC Kemeku, saat ini sudah ada 79 PLB di 118 lokasi sejak dirintas tahun 2016 lalu. Padahal ketika baru pertama dirilis jumlahnya baru 11 PLB.
PLB merupakan tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang dalam jangka waktu tertentu dikeluarkan kembali. Barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean untuk ditimbun PLB pun diberikan penangguhan bea masuk, diberikan pembebasan cukai dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).
Kepala Seksi Tempat Penimbunan Berikat Lainnya Irwan Mashud mengatakan, tingkat okupansi PLB meningkat seiring dengan banyaknya jenis PLB. Meningkatnya jumlah dan jenis barang yang ditimbun di PLB, penerimaan bea masuk dan penerimaan PDRI di PLB juga meningkat.
"Saat pertama dilaunching di tahun 2015 baru ada 1 bentuk atau jenis PLB. Saat ini ada 8 bentuk atau jenis PLB," terang Irwan kepada Kontan.co.id, Selasa (2/4).
Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor No. 28/PMK.04/2018 tentang perubahan atas PMK No. 272/PMK.04/2015 tetang Pusat Logistik Berikat, disebutkan 8 jenis PLB yakni PLB Industri Besar, PLB IKM, PLB Hub Cargo Udara, PLB E-Commerce, PLB Barang Jadi, PLB Bahan Pokok, PLB Floating Storage, serta PLB Ekspor Barang Komoditas.
Tak hanya itu, tambah Irwan, adanya kebijakan dari Kementerian Perdagangan yang mengharuskan impor besi/baja oleh API-U yang tidak memiliki kerja sama atau kontrak dengan perusahaan manufaktur, impor ban oleh API-U, dan impor minuman mengandung etil alkohol untuk diimpor melaui PLB, membuat okupansi dan penerimaan negara dari sisi impor turut meningkat.
Berdasarkan data DJBC, di tahun 2016 jumlah dokumen yang diterima di PLB sebanyak 1.239 dengan nilai devisa sebesar US$ 527 juta dan bea masuk yang ditangguhkan sebesar Rp 88,8 miliar.
Bea masuk yang ditangguhkan pada tahun berikutnya kembali meningkat dimana pada 2017 bea masuk yang ditangguhkan lewat PLB sebesar Rp 1,1 triliun dengan jumlah dokumen sebanyak 25.583 dan nilai devisa US$ 2,1 miliar.
Lalu, pada 2018 bea masuk yang ditangguhkan sebesar Rp 1,6 triliun dengan jumlah dokumen sebanyak 43.911 dan nilai devisa US$ 3,9 miliar. "Bea masuk yang ditangguhkan itu maksudnya ditunda pembayarannya selama masih ditimbun di PLB. Menjadi bea masuk dibayar jika dikeluarkan dari PLB atau diimpor untuk dipakai," terang Irwan.
Menurut Irwan, adanya peningkatan penerimaan bea masuk dari PLB ini menunjukkan adanya pergeseran pengeluaran barang impor dari pelabuhan atau bandara ke PLB. "Jadi fungsi Hub & Spoke PLB sudah berjalan," tutur Irwan.
Lebih lanjut Irwan menjelaskan, adanya keberadaan PLB memang memberikan efisiensi logistik kepada pelaku usaha nasional sehingga bahan baku diperoleh lebih mudah dan berkualitas dengan modal dan waktu yang lebih efisien.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News