kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Penerapan territorial system perpajakan mengindikasikan tax amnesty


Kamis, 19 September 2019 / 19:38 WIB
Penerapan territorial system perpajakan mengindikasikan tax amnesty
ILUSTRASI. Antri Lapor Pajak


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menggunakan territorial system untuk pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP). Jika pemerintah menerapkan sistem itu, maka PPh orang pribadi hanya akan dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia.

Hal ini berdampak bahwa territorial system akan menjadi tax amnesty bagi Wajib Pajak (WP) yang memarkir uangnya di luar negeri dan belum dikenakan pajak sebelumnya.

Langkah ini juga dapat mengubah sistem pajak worldwode yang digunakan saat ini. Ihwal tersebut sebagaimana tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian yang ditargetkan rampung pada tahun 2021.

Baca Juga: Pemerintah antisipasi perubahan pajak AS

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga memang tidak mengatakan secara eksplisit indikasi penerapan territorial system tersebut. Ia hanya mengatakan, sejauh ini, pemerintah masih menggodok skema yang tepat bagi penggunaan territorial system dalam perpajakan.

Jika berkaca pada negara-negara lain, Hestu menuturkan memang negara yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-orperation and Development (OECD) pun tidak secara keseluruhan menggunahan territorial system, tapi lebih ke hybrid system.

“Kami sedang mematangkan konsep tersebut supaya tepat dan sesuai dengan kondisi Indonesia,” kata Hestu kepada Kontan.co.id, Kamis (19/9).

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita) Yustinus Prastowo mengatakan, rencana pemerintah tersebut perlu diwaspadai.

Menurutnya, territorial system yang menyeluruh tanpa didahului penegakan hukum atau law enforcement, repatriasi, dan pemenuhan kewajiban pajak di bawah worldwide system, akan menjadi tiket tax amnesty jilid ke-2. 

Padahal, Indonesia sudah melakukan tax amnesty dan menerapkan Automatic Exchange of Information (AEoI). “Karena secara otomatis harta Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri dan income dari luar negeri bukan merupakan objek pajak,” kata Yustinus kepada Kontan.co.id, Kamis (19/9).

Baca Juga: Pangkas tarif pajak agar lebih kompetitif



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×