Reporter: Agus Triyono | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah berencana tidak akan melibatkan konsultan Jepang dalam penentuan lokasi pembangunan pengganti Pelabuhan Cilamaya. Mereka juga tidak akan melibatkan konsultan Jepang dalam membuat studi kelayakan untuk menentukan lokasi pengganti tersebut.
Dedy Priatna, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas mengatakan bahwa rencana tersebut dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan dari pihak Jepang. Mengingat, pembangunan pelabuhan tersebut awalnya didesign untuk menunjang kegiatan industri Jepang yang berada di kawasan Jakarta dan Jawa Barat.
"Nanti yang studi dalam penentuan lokasi harus independen, tidak boleh lagi konsultan Jepang," kata Dedy Selasa (21/4).
Pemerintah beberapa waktu lalu akhirnya mengurungkan niat untuk membangun pelabuhan di Cilamaya, Karawang, Jawa Barat. Mereka memutuskan untuk menggeser lokasi pembangunan pelabuhan penyangga Pelabuhan Tanjung Priok tersebut ke tempat lain.
Indroyono Soesilo, Menteri Koordinator Kemaritiman beberapa waktu lalu mengatakan, keputusan tersebut diambil setelah pemerintah melalui pantauan yang dilakukan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Perekonomian, Sofjan Djalil, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Adrinof Chaniago, Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, Dirut Pertamina, Dwi Sutjipto, dari udara mendapati lokasi yang direncanakan untuk membangun Pelabuhan Cilamaya tidak aman.
Indro mengatakan, lokasi yang rencananya akan digunakan untuk membangun Pelabuhan Cilamaya penuh dengan anjungan minyak PT Pertamina. Menurut perhitungan pemerintah ada sekitar 80 anjungan Pertamina di lokasi tersebut. "Kalau nanti kesenggol kapal bahaya, ngeri," kata Indro Kamis (2/4) lalu.
Adrinof Chaniago, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas mengatakan bahwa keberadaan anjungan Pertamina tersebut, selama ini tidak masuk dalam kajian JICA. Dedy mengatakan, selain tidak melibatkan konsultan Jepang, Bappenas juga akan mengusulkan agar dana studi kelayakan nanti bisa ditanggung APBN. Tujuannya, supaya hasilnya lebih independen. "Kebutuhannya US$ 1,5- US$ 2 juta," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News