Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akademisi sekaligus peneliti lingkungan memperkirakan hasil awal restorasi lahan gambut baru akan nampak setelah satu dekade lebih. Itupun jika proses restorasi atau rehabilitasinya dalam kondisi normal dan tanpa kendala.
Oleh sebab itu, Guru Besar Ilmu Tanah dan Lingkungan Universitas Tanjungpura Profesor Gusti Z. Anshari bilang dalam satu periode mandat Badan Restorasi Gambut (BRG) saat ini, belum akan terlihat hasilnya.
Baca Juga: Penanganan bencana asap lintas batas
"Jelas tidak mungkin bisa langsung terlihat dampak restorasi dalam lima tahun ini. Mungkin perlu waktu sepuluh hingga 15 tahun baru bisa terlihat hasilnya," kata dia.
Terlebih jika kewenangan BRG yang masih terbatas ketimbang mandatnya yang besar masih terus terjadi. Kondisi ini bisa membuat prosesnya bakal lebih lama lagi. "Apalagi kalau mau terlihat hasilnya sampai revegetasi, ini tentu bisa jauh lebih lama," ujar Anshari.
BRG mendapat mandat target restorasi lahan seluas 2,7 juta hektar pasca-revisi peta lahan gambut. Keberadaan BRG menjadi basis yang membuat pengelolaan lahan gambut bisa sesuai jalur peraturan dan pengetahuan yang ada.
"Apa yang dilakukan institusi baru ini juga merupakan upaya yang sangat baru bagi kita semua. Sehingga jangan sampai usaha ini berhenti hanya karena dikejar target dan periode," kata dia.
Baca Juga: Badan Restorasi Gambut dapat alokasi anggaran Rp 312 miliar di 2020, untuk apa saja?
Anshari pun menyoroti kompleksitas permasalahan yang selama ini dihadapi dalam proses restorasi lahan gambut. Sebab, pengelolaan lahan gambut merupakan kerja lintas struktural yang membutuhkan koordinasi serta upaya bersama agar bisa mencapai target.
Dia mengingatkan bahwa proses restorasi lahan gambut tak hanya menjadi tanggung jawab BRG. Di sana ada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Pemerintah Daerah, perusahaan-perusahaan yang mengantongi izin konsesi, serta masyarakat setempat.
"Ini tidak mudah. Butuh penyamaan visi dan pola pikir," ujarnya.
Selain soal keterbatasan wewenang, BRG juga dihadapkan pada kebutuhan anggaran yang cukup besar untuk menjalankan program restorasi lahan gambut secara tuntas.
Selain dari pemerintah, perusahaan-perusahaan pemegang izin konsesi yang sebelumnya tak mengeluarkan anggaran pengelolaan lahan gambut pun kini harus mengalokasikan.
Baca Juga: Hingga Agustus, realisasi supervisi restorasi gambut mencapai 333.265 ha
"Dengan adanya BRG, isu restorasi gambut berhasil menjadi isu publik. Sehingga perusahaan-perusahaan juga sadar punya peranan dan kewajiban melakukan program restorasi di lahan mereka," kata Anshari.
Upaya restorasi lahan gambut oleh BRG yang sudah berjalan tiga tahun belakangan ini dianggap telah menjadi awalan positif untuk meneruskan program restorasi ke depannya. Program restorasi gambut pun harus menjadi proses yang berkesinambungan, dan tidak bisa dikatakan selesai dalam waktu tertentu.
"Sekarang mungkin belum sempurna, tapi tetap harus dilanjutkan. Karena restorasi lahan gambut ini penting buat Indonesia," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News