Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selain sekuritisasi aset dan skema konsesi terbatas alias Limited Concession Scheme (LCS), pemerintah juga mengkaji skema pembiayaan infrastruktur berupa blended finance. Skema pendanaan ini yang bersumber dari filantropi yaitu dana donasi dari orang kaya.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan pernah mengklaim ada potensi US$ 12 triliun (Rp 162.255,5 triliun) dari pendanaan yang bersumber dari kaum dermawan yang tersimpan di bank-bank di seluruh dunia seperti dana filantropi.
Terkait hal ini, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko Robert Pakpahan mengatakan, opsi itu saat ini tengah didalami oleh pemerintah. Pasalnya, saat ini payung hukum penerapan kebijakan ini belum tersedia.
Sedang dikaji, yaitu penggabungan uang pemerintah dengan swasta ataupun filantropi yang terkumpul, kata Robert di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan (Kemkeu), Selasa (24/10).
Ketua Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Wahyu Utomo mengatakan, skema blended finance ini memang belum ada peraturannya. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan untuk diberlakukan di Indonesia.
Di negara lainnya, menurut Wahyu, skema blended finance ini sudah biasa diterapkan. Di Indonesia harus ada aturannya, prudensialnya seperti apa. Ini wujud dari ikutnya swasta dan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur di dalam negeri, ucapnya.
Ia melanjutkan, dengan skema ini, maka prinsip Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP) tak ada lagi, karena juga melibatkan masyarakat (people) didalamnya. Makanya, Wahyu menginginkan agar konsep ini bisa diterima oleh masyarakat sehingga menarik partisipasi mereka dalam pendanaan infrastruktur sehingga konsepnya bisa menjadi PPP+People (PPPP).
Sudah dilakukan
Robert bilang sampai saat ini detail dari skema ini masih belum komplit dikaji oleh pemerintah. Pemerintah juga akan mengkaji apakah nanti skema ini akan bersinggungan dengan lembaga pembiayaan seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) yang selama ini berperan dalam pembiayaan infrastruktur.
Belum, kajiannya belum komplit. Strukturnya, skemanya, perlu apa saja yang dipersiapkan, bagaimana hukumnya, serta bentuk aturan yang akan dikeluarkan, saat ini masih terlalu dini untuk dibahas, katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, skema pendanaan infrastruktur blended finance seperti ini bisa saja dilakukan. Hal ini juga sudah pernah dilakukan di Indonesia sebelumnya. Filantropis alias para dermawan, menurut Sri Mulyani, memiliki ketertarikan masing-masing. "Ada filantropis yang ingin masuk pada masalah kesehatan, infrastruktur yang dikaitkan dengan perubahan iklim, hal ini bisa saja ditampung," ujarnya.
Namun, penggunaan dana filantropi selama ini harus melewati PT SMI. Pasalnya. PT SMI merupakan alat untuk Indonesia agar bisa menggunakan dana dari swasta baik dalam maupun luar negeri.
Dengan skema baru ini pemerintah berharap pendanaan infrastruktur akan makin besar. Sebab dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2015-2019 dinyatakan, kebutuhan dana infrastruktur dalam lima tahun tersebut mencapai Rp 1.915 triliun.
Hanya saja, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperkirakan hanya bisa menopang sebesar 41%, sedangkan peran swasta diperkirakan hanya sekitar 26% dan sisanya dicukupi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hanya saja peran swasta dalam infrastruktur sejauh ini belum terlalu terlihat dan lebih di dominasi oleh BUMN. Hal ini karena sejumlah masalah masih menghantui para investor swasta, seperti perizinan yang rumit, pengadaan lahan, hingga kepastian hukum serta jaminan politik dari pemerintah yang membuat swasta lamban bergerak.
Inilah sebabnya pemerintah kemudian banyak mencari alternatif pembiayaan infrastruktur. Apalagi selama ini opsi yang dipilih pemerintah untuk pembangunan infrastruktur, selain melalui APBN adalah utang, baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News