kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.855   57,00   0,36%
  • IDX 7.134   -26,98   -0,38%
  • KOMPAS100 1.094   -0,62   -0,06%
  • LQ45 868   -3,96   -0,45%
  • ISSI 217   0,66   0,31%
  • IDX30 444   -2,90   -0,65%
  • IDXHIDIV20 536   -4,36   -0,81%
  • IDX80 126   -0,06   -0,05%
  • IDXV30 134   -2,14   -1,58%
  • IDXQ30 148   -1,23   -0,83%

Pemungutan Perpajakan dan Cukai Baru Molor Lagi, Ada Apa ?


Minggu, 26 Juni 2022 / 17:36 WIB
Pemungutan Perpajakan dan Cukai Baru Molor Lagi, Ada Apa ?
ILUSTRASI. Cukai Plastik ?? Pedagang produk plastik menata barang dagangannya di pasar Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tampaknya ragu dalam menerapkan pemungutan pajak baru. Seperti yang diketahui rencana pengenaan cukai pada produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) batal diterapkan pada tahun ini. Padahal rencana pengenaan cukai plastik dan MBDK ini sudah diwacanakan sejak tahun 2016.

Menyusul cukai plastik dan MBDK, kini pemerintah pada akhirnya juga menunda lagi kedua kalinya penerapan pajak karbon. Untuk diketahui, pajak karbon sebelumnya direncanakan bakal terapkan pada April yang lalu, namun rencana tersebut ditunda dan bergeser menjadi Juli 2022. Risiko global yang membayangi pemulihan ekonomi Indonesia menjadi peyebab penundaan pemungutan pajak baru ini.

Ketua Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Ajib Hamdani menilai bahwa penundaan pajak karbon bukan menjadi opsi yang ideal.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pasal 17 (3) mengamanahkan agar pajak karbon mulai dikenakan pada 1 April 2022.

Baca Juga: Penerapan Cukai Plastik dan Minuman Berpemanis Masih Tanda Tanya, ini Kata DJBC

"UU HPP ini sudah disahkan sejak Oktober 2021. Pemerintah relatif punya cukup waktu untuk membuat formulasi kebijakan. Harus ada komitmen dari pemerintah dan kepastian hukum yang berkelanjutan dari aturan turunan atas UU HPP tersebut," kata Ajib kepada Kontan.co.id, Sabtu (25/6).

Jika melihat kebelakang, pemerintah konsisten untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% pada tanggal 1 April 2022.

Dua hal tersebut sama-sama diatur dalam UU HPP tersebut. Namun Ajib mempertanyakan terkait konsideran yang digunakan oleh pemerintah, ketika membuat keputusan berbeda atas sebuah aturan yang sama.

"Jangan sampai kebijakan pemerintah yang konsisten menaikkan tarif PPN tetapi di sisi lain menunda pajak karbon, kemudian terbaca menjadi sebuah kontradiksi kebijakan fiskal yang kurang berpihak kepada masyarakat luas," katanya.

Wakil Ketua III Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengatakan bahwa semua bentuk ekspansi basis pajak seperti pengenaan pajak karbon dan cukai plastik serta MBDK akan selalu berimbas negatif pada daya beli, harga pasar dan daya saing usaha. Sehingga pada umumnya ekspansi basis pajak dilakukan ketika ekonomi mengalami pertumbuhan yang pesat.

Shinta menilai, dalam kondisi saat ini di mana tekanan tinggi terhadap daya beli masyarakat dan inflasi yang disertai dengan proyeksi pertumbuhan pasar domestik dan internasional yang lambat, tentu ini bukan waktu yang tepat untuk menetapkan kebijakan tersebut.

"Kalau salah perhitungan, ekonomi kita bisa stagnan di paruh kedua 2022," kata Shinta.

Terlebih lagi diperkirakan penerimaan pajak bisa melebihi target meski tanpa adanya ekspansi basis pajak, sehingga menurutnya secara empiris tidak ada kebutuhan mendesak bagi pemerintah untuk melakukan ekspansi pajak dalam waktu dekat, setidaknya hingga akhir tahun.

Baca Juga: Soal Wacana Pengenaan Cukai Detergen Hingga BBM, Ini Kata Staf Khusus Menkeu

"Terkait apakah kebijakan ini disebabkan oleh ketidaksiapan regulasi turunan, kami meyakini penundaan ini lebih disebabkan oleh pertimbangan kondisi ekonomi global dan nasional," tuturnya.

Namun ia mengatakan, Kadin selalu menyampaikan kepada pemerintah untuk berkonsultasi terlebih dahulu kepada pelaku usaha sebelum menerapkan sebuah peraturan dan dibutuhkan analisa teknis yang lebih detail.

Sehingga dirinya berharap, penundaan tersebut dapat menjaga daya beli masyarakat, memoderasi kenaikan inflasi serta mendukung peningkatan kinerja ekonomi pelaku usaha khususnya pada semester II 2022.

"Karena itu kami sangat mengapresiasi keputusan pemerintah untuk menunda pelaksanaan kebijakan pajak karbon & cukai terhadap produk tertentu," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×