Reporter: Arsy Ani Sucianingsih, Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usaha pemerintah menambah jalur pembiayaan dengan menerbitkan green bond atau surat utang berbasis kegiatan/aset ramah lingkungan membuahkan hasil. Green sukuk pemerintah mencatatkan kelebihan permintaan. Karena itu ke depan, green sukuk menjadi layak untuk diterbikan lagi karena dinilai cukup efisien.
Portofolio utang pemerintah terbaru adalah green sukuk global yang bernama Sukuk Wakalah. Sukuk ini terbit dalam dua seri, bertenor 5 tahun dan 10 tahun. Sukuk Wakalah didaftarkan pada Bursa Saham Singapura (Singapore Stock Exchange) dan NASDAQ Dubai.
Sukuk Wakalah ditetapkan harganya pada 22 Februari 2018. Selanjutnya, setelmen akan berlangsung pada tanggal 1 Maret 2018. Sukuk Wakalah dengan tenor 5 tahun merupakan penerbitan Green Sukuk pertama kalinya di dunia yang dilakukan oleh pemerintah negara (sovereign).
Hasil sukuk global ini juga moncer. Dari dua seri, pemerintah meraup US$ 3 miliar, terdiri dari tenor 5 tahun senilai US$ 1,25 miliar dan tenor 10 tahun senilai US$ 1,75 miliar. "Peminatnya besar, kami berhasil dapat booked US$ 7,2 miliar," jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (26/2).
Sukuk tenor 5 tahun berhasil menarik minat investor sebesar US$ 3 miliar. Sementara untuk tenor 10 tahun berhasil mendapat US$ 4,3 miliar.
Selain itu, penetapan harga (pricing) Sukuk Wakalah adalah pada 30 bps lebih rendah daripada indikasi pricing awal (initial pricing guidance) untuk kedua seri. Untuk yang 5 tahun, tingkat imbal hasil sebesar 3,75 % per annum. "Ini adalah 109,5 bps di atas US Treasury (UST)," jelas Sri Mulyani.
Lalu sukuk tenor 10 tahun memberi yield 4,4% per annum. Itu hanya 147,7 bps di atas UST dengan jangka waktu yang sama.
Empat instansi
Menurut Sri Mulyani, penggunaan sukuk ini untuk pembiayaan proyek yang sifatnya green atau ramah lingkungan. Green project telah tersebar di empat kementerian dan lembaga pemerintah (K/L). Mereka adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan (Kemhub), Kementerian Pertanian (Kemtan), dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Tahun ini, pemerintah memiliki proyek green senilai Rp 8,2 triliun," jelas menteri yang baru saja mendapatkan penghargaan sebagai menteri terbaru dunia.
Contohnya, di Kementerian PUPR adalah proyek pengendalian banjir, pengelolaan drainase utama perkotaan, dan pengamanan pantai yang nilainya Rp 501 miliar. Ini kualifikasinya adalah dark green.
Proyek green di Kemhub adalah pengelolaan prasarana dan fasilitas pendukung kereta api senilai Rp 165 miliar. Proyek ini dikategorikan medium to dark green.
Adapun di Kementerian ESDM, contohnya pembangunan infrastruktur energi melalui pemanfaatan aneka energi baru terbarukan (EBT) yang dikategorikan dark green dengan nilai proyek Rp 743 miliar. Di ESDM juga ada proyek penyehatan pemukiman dan sistem pengelolaan drainase yang dikategorikan medium dan dark green dengan nilai sebesar Rp 149,75 miliar. "Tahun 2016 juga ada green project dan sudah selesai pembangunannya senilai Rp 8,5 triliun," terang Sri Mulyani tanpa merinci.
Ekonom Bank Danamon Dian Ayu Yustina menganalisa, tingginya peminat Sukuk Wakalah karena investor masih terpengaruh sentimen positif yang didapatkan Indonesia selama ini. Awal bulan lalu, Japan Credit Rating Agency Ltd (JCR) meningkatkan rating surat utang Indonesia dengan tetap di level layak investasi (investment grade).
Rating surat utang jangka panjang berdenominasi valuta asing naik dari BBB- menjadi BBB dan outlook-nya naik dari positif menjadi stabil. Lalu rating surat utang jangka panjang berdenominasi rupiah naik dari BBB menjadi BBB+ dengan outlook stabil dari positif.
Kabar baik disusul pengumuman Bloomberg pada Rabu (21/2) bahwa global bond rupiah memenuhi syarat untuk masuk dalam Indeks Agregat Global (Global Aggregate Index)."Investor masih memberi valuasi positif pada obligasi kita," jelas Dian.
Ekonom BCA David Sumual menilai, green bond maupun green sukuk bisa menjadi alternatif bagus bagi pembiayaan Indonesia. Pasalnya, belakangan ini investor semakin menyukai aset yang ramah lingkungan. Itu terutama investor asal Eropa yang sensitif dengan isu lingkungan.
Disisi lain, penerbit obligasi green masih minim. "Emerging market jarang yang mengeluarkan green bond. Ini celah market yang layak dioptimalkan," jelas David.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News