Reporter: Yudho Winarto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pemerintah percaya diri bakal menang melawan perusahaan tambang asal Inggris, Churchill Mining Plc. Pasalnya, pemerintah mempunyai bukti kuat untuk mematahkan langkah arbitrase Churchill atas sengketa tambang batubara di Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Salah satu alasan pemerintah karena perusahaan tambang asing hanya boleh berinvestasi melalui Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKB2B) atau kontrak karya. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, aturan itu sudah tertuang dalam Undang-Undang tentang Mineral dan Batubara.
Sementara, Churchill melakukan penambangan dibawah tangan bersama izin usaha pertambangan. "Di luar itu melanggar undang-undang," tegas Hatta, Jumat (6/7).
Sebagai informasi, Churchill Mining mengajukan upaya hukum arbitrase international menuntut ganti rugi kepada Pemerintah Indonesia senilai US$ 2 miliar pada 22 Mei 2012 lalu. Churchill merasa dirugikan dengan tumpang tindih izin pertambangan batubara.
Churchill Mining Plc mulai mengeksplorasi batubara sejak 2008. Mereka masuk ke Kalimantan dengan mengakuisisi 75% saham perusahaan lokal bernama Ridlatama Group. Tapi naas, empat izin usaha pertambangan (IUP) milik Ridlatama dicabut oleh Bupati Kutai Timur Isran Noor.
Dia beralasan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006–2008 menyatakan izin usaha pertambangan itu terindikasi palsu. Selain itu, empat konsesi tersebut merupakan hutan produksi sehingga harus ada izin dari menteri kehutanan. Menteri kehutanan ternyata tidak pernah mengeluarkan izin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News