Reporter: Petrus Dabu | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Pemerintah menegaskan hingga saat ini belum memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, meski subsidi BBM membengkak di paruh pertama tahun ini. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan, aspek fiskal bukan satu-satunya aspek yang dipertimbangkan pemerintah, tetapi juga efek domino yang bisa terjadi bila harga BBM bersubsidi dinaikkan.
Saat ini kata Hatta pemerintah sedang mempertimbangkan berbagai hasil kajian pengaturan BBM bersubsidi, baik yang dilakukan Anggito Abimanyu maupun kajian yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Semua ini kita kaji sekarang, kita lihat plus minusnya. Karena kita tidak ingin melihat hanya dari sisi fiskal saja, kalau sekarang kan desakannya seakan-akan tekanan fiskal saja, it’s ok, tapi tidak semuanya itu kita harus melihat dari sisi itu. Kita juga melihat inflasi yang ditimbulkan. Kalau inflasinya itu tinggi daya beli masyarakat menjadi menurun, akibatnya kemiskinan naik. Itu biaya besar sekali. Oleh sebab itu, semuanya kita hitung,” jelas Hatta menjawab wartawan usai menerima Menteri Urusan Uni Eropa dan Kerjasama Internasional Belanda, Ben Knapen di Jakarta, Selasa (5/7).
Hatta mengatakan pemerintah menyadari, adanya risiko yang ditimbulkan dengan tidak menaikkan harga BBM bersubsidi, termasuk adanya ancaman lembaga pemeringkat untuk tidak menaikkan status Indonesia menjadi investment grade (layak investasi) tahun depan. “Memang ada risiko-risiko, orang kan akan melihat bagaimana kita mengelola fiskal kita, tapi juga yang paling tau di dalam negeri kan kita, kita
yang paling tau bagaimana kita melindungi masyarakat kita, bagaimana mengelola perekonomian kita” ujarnya.
Dia bilang, pemerintah mempertimbangkan juga aspek peringkat layak investasi
tersebut, tapi dia menegaskan itu bukanlah segala-galanya.”Dulu waktu kita
menaikkan (harga BBM tahun 2005), butuh waktu untuk mengurangi kemiskinan
kita,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News