kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah tetap pada sistem PPN masukan keluaran


Rabu, 20 Desember 2017 / 20:43 WIB
Pemerintah tetap pada sistem PPN masukan keluaran


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dunia usaha memberi usul agar pemerintah mengganti skema pajak pertambahan nilai (PPN) sebanyak 10% dengan PPN final sebesar 2%-3% guna meringankan beban.

Namun demikian, Kementerian Keuangan (Kemkeu) tampaknya belum ingin mengimplementasikan hal ini meskipun secara teori memang nilai yang akan didapatkan pemerintah dengan dua sistem yang berbeda itu akan sama.

“Cara pungut PPN memang ada dua, yaitu dengan masuk dan keluaran, satu lagi dipungut di barang akhir. Secara teori sama nilainya, value added per setiap langkah maupun nilai akhirnya, tapi secara prinsip, yang lebih baik untuk kami adalah masukan dan keluaran,” kata Suahasil kepada KONTAN di kantornya, Rabu (20/12).

Sebab, dengan pajak masukan dan keluaran, menurut Suahasil, pemerintah melihat denyut ekonomi, “Karena kelihatan, semuanya konsisten sektor mana yang lesu mana yang tidak,” ujarnya.

Namun demikian, usul itu bisa dianalisis secara umum. Ide tersebut, menurut Suahasil juga pernah muncul 4-5 tahun yang lalu, yakni bagaimana kalau PPN menjadi final goods atau pajak penjualan (PPn).

“Secara konseptual sama, tetapi hingga sekarang kami tetap pikir lebih baik kami perbaiki mekanisme PPN ini karena kami sudah investasi banyak, sistem ini sudah jalan dan orang mengerti,” jelasnya

“Sekarang masalah yang dihadapi adalah bagaimana restitusi cepat, bagaimana exemptions tidak mengganggu keseluruhan,” ucapnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Aprindo Tutum Rahanta mengatakan, skema PPN yang saat ini berlaku membuat dunia usaha tidak efisien. Di ritel, ia memberi contoh, sebuah perusahaan saat ini membutuhkan 30 karyawan yang mengurus soal perpajakan.

“Bila PPN final dengan tarif 2%-3%, paling-paling kami hanya butuh lima karyawan. Hal ini kami rasakan sebelum tahun 1998” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (19/12).

Menurut Tutum, bagi perusahaan besar mungkin bisa jalankan sistem masukan dan keluaran seperti sekarang meskipun dengan kerepotan yang ada.

Namun, banyak pedagang-pedagang yang tidak cukup besar sehingga akan lebih merepotkan. “Yang harus disimpelkan ini dan harusnya tidak perlu ubah UU,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×