Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) melaporkan bahwa pemerintah telah menghimpun royalti hak cipta lagu dan musik senilai Rp 55,1 miliar pada tahun 2023.
Penghimpunan royalti musik dan lagu ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2022 yang sebesar Rp 35 miliar.
Memang, penghimpunan royalti musik dan lagu ini sempat mengalami penurunan imbas dari pandemi Covid-19. Misalnya saja pada tahun 2020 yang tercatat sebesar Rp 29,16 miliar menjadi Rp 19,8 miliar di 2021.
Baca Juga: Soal aturan royalti lagu dan musik, PHRI: Seharusnya ada klasifikasi jenis hotel
"Target kami di 2024 sebesar Rp 120 miliar lebih," ujar Ketua LMKN Dharma Oratmangun dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (26/1).
Sebagai informasi, royalti merupakan penghasilan yang didapatkan oleh seorang pemilik kekayaan intelektual atas sesuatu yang dimiliki atau diciptakannya.
Dharma memastikan pihaknya selalu mengedepankan keterbukaan dalam mengumpulkan, mengelola dan mendistribusikan royalti penggunaan musik dan lagu.
Ia menambahkan, pihaknya juga telah memerintahkan kepada seluruh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) untuk menertibkan laporan keuangan pada website masing-masing.
"Faktor transparansi masalah penting, LKMN sudah transparan, berapa yan terhimpun dan dibagi. Hanya saja kurang sosialisasi ke masyarakat," katanya.
Lebih lanjut, Dharma mengakui bahwa pengelolaan royalti di Indonesia memiliki kompleksitas yang sangat tinggi.
Baca Juga: Menyoal Peliknya Royalti Musik
Untuk itu, menurut dia, LKMN akan terus mendorong LMK bersaing dalam memberikan pelayanan dan mengejar target pengumpulan, pengelolaan, dan distribusi royalti penggunaan musik dan lagu.
"Penghimpunan royalti terus meningkat. Tentunya kami (LMKN) akan terus dorong lagi peningkatan pencapaian ini," katanya.
Sebagai informasi, LMKN adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait di bidang lagu dan/atau musik.
LMKN merupakan lembaga bantu pemerintah non-APBN yang dibentuk oleh menteri berdasarkan undang-undang mengenai hak cipta.
Disebutkan dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021, LMKN merepresentasikan kepentingan pencipta dan pemilik hak terkait, yang terdiri atas LMKN pencipta dan LMKN pemilik hak terkait.
Baca Juga: GPBSI: Royalti lagu dan musik untuk bioskop idealnya Rp 600.000 per layar
LMK adalah institusi yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.
Dalam melakukan penghimpunan royalti, LMKN melakukan koordinasi dan menetapkan besaran royalti yang menjadi hak masing-masing LMK sesuai dengan kelaziman dalam praktik berdasarkan keadilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News