Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pemerintah masih menimbang-nimbang untuk menarik utang di akhir tahun ini untuk memenuhi kebutuhan belanja di awal tahun depan alias prefunding. Pemerintah mengaku masih memantau pergerakan besaran arus kas (cash flow) dan perkiraanya hingga akhir tahun nanti.
Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Scenaider Siahaan mengatakan, kebutuhan belanja di awal tahun depan cukup besar. Bahkan jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan belanja di awal tahun ini.
Ia menjelaskan, kebutuhan belanja di awal tahun depan tersebut, terdiri dari belanja proyek di awal tahun, belanja rutin untuk gaji pegawai, hingga belanja untuk pembayaran dana transfer umum (DAU) yang ditunda oleh pemerintah pada tahun ini. "(Jumlahnya) agak banyak, Rp 90,4 triliun (kebutuhan belanja) dalam dua minggu di awal tahun depan," kata Scenaider, Kamis (27/10) lalu.
Meski demikian, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah tak buru-buru memutuskan untuk melakukan ijon utang tersebut. Walaupun langkah ini pernah diambil pemerintah pada akhir tahun lalu dan langkah ini kembali diperbolehkan oleh Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2017 yang telah disepakati DPR untuk disahkan oleh Presiden Joko Widodo.
Scenaider bilang, pihaknya masih akan memantau pergerakan besaran arus kas (cash flow) pemerintah, terutama posisi penerimaan pajak dan realisasi anggaran belanja negara. Apalagi pemerintah telah memangkas anggaran belanja Rp 137,6 triliun, yang didalamnya termasuk penundaan DAU ke tahun depan sebesar Rp 19,4 triliun.
Besaran cash flow yang berupa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) di akhir tahun ini akan menjadi penentu pemerintah untuk melakukan prefunding atau tidak. Sebab, saat ini pemerintah juga memiliki saldo anggaran lebih (SAL) Rp 51 triliun yang siap digunakan untuk memenuhi anggaran di awal tahun depan.