Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID–JAKARTA. Pemerintah menegaskan pentingnya memanfaatkan pembiayaan internasional untuk memperkuat pembangunan infrastruktur nasional, mengingat kapasitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terbatas.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Suminto, mengatakan bahwa Multilateral Development Bank (MDB) dan lembaga pembangunan seperti International Finance Corporation (IFC) memiliki peran strategis dalam menyokong proyek infrastruktur yang belum cukup menarik bagi sektor swasta.
Ia juga menekankan bahwa kolaborasi pendanaan dari MDB sangat penting, khususnya dalam proyek yang memiliki risiko tinggi atau imbal hasil rendah, yang cenderung dihindari oleh investor komersial.
“MDB harus menjadi pelengkap pasar, bukan pengganti. Di sinilah mereka masuk untuk menjembatani kebutuhan pembiayaan di area yang tidak tersentuh sektor swasta,” ujar Suminto dalam forum International Conference on Infrastructure (ICI) 2025, Kamis (12/6).
Baca Juga: Indonesia Butuh Anggaran Rp 10.000 Triliun untuk Bangun Infastruktur Hingga 2029
Ia menjelaskan bahwa MDB dapat berfungsi sebagai katalisator investasi swasta melalui instrumen mitigasi risiko, seperti jaminan, asuransi risiko politik, hingga lindung nilai atas fluktuasi mata uang dan suku bunga. Pendekatan ini penting agar APBN tidak menjadi satu-satunya sumber dana, terutama di tengah tekanan fiskal dan ketidakpastian global.
Salah satu contoh konkret, kata Suminto, adalah Proyek Satelit Indonesia Satria, yang menggunakan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Proyek ini melibatkan lebih dari 71% pembiayaan dan biaya operasional dalam mata uang dolar AS, sementara pendapatannya dalam rupiah. Untuk mengatasi risiko nilai tukar, pemerintah bekerja sama dengan berbagai lembaga penjamin, termasuk Indonesia Infrastructure Investment Fund (IIF), MIGA, dan ICIEC.
“Skema penjaminan berlapis ini memberi kepastian dan meningkatkan kepercayaan investor. Artinya, APBN tidak harus menanggung seluruh beban risiko,” jelasnya.
Selain dukungan finansial, Suminto menekankan bahwa keterlibatan MDB harus menyeluruh — dari tahap awal perencanaan, penataan proyek, hingga pengawasan implementasi. Termasuk dukungan pada manajemen fiskal daerah, renegosiasi kontrak, hingga keberlanjutan proyek berbasis prinsip Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG).
“Yang dibutuhkan bukan hanya pendanaan, tapi juga visi dan nilai. Kita harus membangun ekosistem pembiayaan yang inklusif, tangguh, dan siap menghadapi masa depan,” ungkap Suminto.
Langkah ini diharapkan menjadi strategi jangka panjang Indonesia untuk memperkuat kapasitas fiskal nasional dengan tetap menjaga kualitas pembangunan infrastruktur yang berdampak luas bagi masyarakat.
Baca Juga: Surplus Neraca Dagang Makin Tipis, Sri Mulyani Siapkan Jurus Ini
Selanjutnya: Siam Cement Berencana Melepas 10,57% Saham di Chandra Asri Pacific (TPIA)
Menarik Dibaca: Cuaca Besok (13/6) di Jawa Barat Dominan Berawan, tapi Daerah Ini Diguyur Hujan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News