kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah pantau daya beli kelas menengah


Jumat, 28 Juli 2017 / 13:40 WIB
Pemerintah pantau daya beli kelas menengah


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Kondisi ekonomi Indonesia tengah memasuki masa anomali. Sejumlah indikator makroekonomi menunjukkan perbaikan. Di sisi mikro, yakni sektor riil, industri dan daya beli lesu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah perlu melihat daya beli masyarakat meskipun inflasi saat ini cukup rendah. Khususnya daya beli masyarakat kelas menengah.

Inflasi indeks harga konsumen (IHK) bulan Juni 2017 tercatat sebesar 0,69% secara bulanan (month to month/mom). Angka tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi periode puasa dan Lebaran tiga tahun terakhir sebesar 0,85% (mom).

“Kami juga perlu waspada, adanya keluhan dari masyarakat terutama dari yang kelas menengah, kami lihat dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga memberi perkembangan yang menarik dari jumlah account baru di level kecil. Dan itu akan kami lihat semuanya,” ujar Sri Mulyani di kantornya, Jumat (28/7).

Pemerintah akan terus melihat dari kelompok menengah terutama karena golongan tersebut terkena dampak dari penyesuaian tarif dasar listrik 900 volt ampere (VA). Namun, bila dilihat dari sisi jumlah transfer atau injeksi ke ekonomi dari sisi APBN, belanja yang dilakukan pemerintah tahun ini di semester I lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.

Guru besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali memandang, dalam tataran mikro yang terjadi sekarang adalah uang sedang berpindah (shifting) dari kalangan menengah ke atas ke ekonomi rakyat. Dirinya ragu bahwa daya beli saat ini turun

Para elit sekarang sedang sulit karena peran sebagai middleman pudar akibat disruptive innovation lalu meneriakkan daya beli turun. Dia mengamati sejumlah titik misalnya dari sektor ritel. 

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) melaporkan penjualan yg dicapai anggota Aprindo semester I turun 20%. Ini mulai mengikuti pola angkutan taksi yang sudah turun sekitar 30%-40% di tahun lalu. "Apakah krn daya beli? Bukan, penyebabnya adalah shifting ke taxi online. Sama halnya ritel dan hotel yg beralih dari konvensional ke online.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×