kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah optimistis mengejar target 23% penggunaan energi terbarukan 2025


Kamis, 28 Februari 2019 / 15:42 WIB
Pemerintah optimistis mengejar target 23% penggunaan energi terbarukan 2025


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah optimistis dapat mengejar target penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi 23% pada 2025. Saat ini, penggunaan EBT baru 8%. Bila hal itu tercapai, maka ketergantungan Indonesia pada energi fosil dapat ditekan.

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, berbagai upaya sudah dilakukan untuk mengurangi pemakaian energi fosil. Tapi, dirinya mengaku tidak semua kebijakan sudah sempurna untuk dilakukan. Misalnya, dalam hal geothermal yang awalnya investor drill sendiri dengan risiko yang sangat tinggi.

"Pemerintah kan banyak salahnya seperti geothermal. Geothermal itu masa suruh orang (investor) drill udah harganya mahal risikonya tinggi. Tidak akan jalan," kata Luhut di Menara Kadin, Kamis (28/2).

"Makanya saya bilang sama Bu Ani (Menteri Keuangan Sri Mulyani) dan Pak Jonan (Menteri ESDM Igansius Jonan) kenapa ngga kita aja yang nge-drill jadi reikonya hampir nol baru ditender," lanjut Luhut.

Menurutnya dengan resiko yang hampir tidak ada kepada investor, maka bisa mempercepat EBT itu sendiri. Tak hanya itu, upaya dalam tenaga angin dan solar panel jug terus didorong.  "Untuk solar panel saya pikir harganya masih terlalu rendah jd mesti bikin yang cukup lah. Harus ada komitmen," jelas dia.

Apalagi terkait kelapa sawit, pemerintah berencana untuk membuat 30% dari produksi akan dialihkan ke green diesel. Sehingga, bisa mengurangi impor crude oil dan menjaga harga palm oil disekitaran US$ 800 per ton.

Menurutnya, saat ini yield yang dihasilkan sudah bisa mencapai 9,5ton kelapa sawit per hektare (ha). "Jadi sekarang ini produksi kita, di small holders (petani plasma) itu kira-kira1,9-2 ton. Kita perkirakan ini bisa naik empat kali lipat," sebut Luhut.

Terlebuh, saat ini produksi kelapa sawit Indoensia sudah mencapai 40 juta ton. "Ini saja sudah bisa dobel, nanti bisa dekat-dekat 80 juta ton di seluruh Indoensia dengan 14 juta ha," jelas dia.

Maka itu, untuk menjaga harga pemerintah akan membakar sebagiannya menjadi green fuel. Hal ini juga akan berdampsk positif kepada current account defisit (CAD) yang saat ini masih minus.

"Kalau ini jalan tahun ini ditambah B20 hasilnya sudah lumayan. Dua tahun akan kita kejar CAD bisa lebih bagus jauh dari sekarang," ujar Luhut.

Hal yang sama juga dikatakan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani yang menilai, Indonesia memiliki potensi yang besar terhadap EBT. Tapi memang, hal ini perlu ditunjang oleh regulasi yang tidak rumit.

Seperti geothermal saja, Rosan bilang, setidaknya untuk memulainya bagi pengusaha butuh waktu paling tidak enam tahun. "Tiga tahun untuk urus perizinan dan tiga tahun lagi untuk membangun, belum lagi resikonya tinggi ini memberatkan pengusaha," ungkap dia.

Padahal, 40% geothermal di dunia itu ada di Indonesia. "Sehingga jika ijin perijinan ini direduce maka iklim investasi akan lebih baik," ucap Rosan. Maka itu, target ambisi pemerintah di 2025 23% EBT dan 31% di 2050 bisa tercapai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×