kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Pemerintah nilai resesi AS tidak berpengaruh signifikan pada ekonomi Indonesia


Selasa, 26 Maret 2019 / 17:28 WIB
Pemerintah nilai resesi AS tidak berpengaruh signifikan pada ekonomi Indonesia


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data ekonomi Amerika Serikat (AS) menunjukkan sinyal resesi. Kendati demikian, pemerintah menilai sinyal resesi AS hanya sebagai siklus bisnis, dan dampaknya hanya dirasakan dalam jangka pendek.

"Kalau resesi artinya siklus bisnis, ini resiko jangka pendek," jelas Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Amalia Adininggar, Selasa (26/3).

Dari pada fokus pada siklus eksternal yang belum memberi kepastian, Amalia fokus pada reformasi struktural dalam negeri. Antara lain pembenahan dalam sektor industri manufaktur sehingga tidak lagi tergantung pada ekspor komoditas mentah melainkan ke barang yang memiliki nilai tambah tinggi.

Selain itu, sesuai dengan fokus pemerintah tahun ini, perlu transformasi sumber daya manusia (SDM). Dengan upaya meningkatkan kemampuan SDM dari rendah menuju kemampuan tinggi. Terutama sejalan dengan revolusi industri 4.0.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sempat memberikan perhatian pada perlambatan ekonomi global. Terutama dari keputusan The Fed menahan suku bunga. Melihat itu, Sri Mulyani fokus pada ketahanan domestik. Terutama meningkatkan konsumsi dan investasi, serta melakukan diversifikasi ekspor sehingga target pertumbuhan bisa tercapai.

Data Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) menunjukkan sinyal resesi sebab memiliki pola yang sama seperti pada tahun 2006-2007. Kondisi ini terlihat dari imbal hasil treasury bond bertenor tiga bulan tercatat 2,46% (naik dari 1,73% tahun lalu), sedangkan tenor 10 tahun sebesar 2,43% (turun dari 3,20% dari tahun lalu).

Imbal hasil menggambarkan ekspektasi para investor. Pada kondisi normal, investor lebih senang dengan likuiditas ketimbang faktor keamanan. Sehingga obligasi bertenor pendek lebih diminati dan menyebabkan harga naik, sehingga imbal hasil turun. Sedangkan obligasi tenor panjang tidak diminati, sehingga harga rendah, dan menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi.

Maka, data Departemen Keuangan AS menunjukkan investor berekspektasi akan ada gejolak apabila mereka membeli treasury bond jangka pendek. Sehingga investor membeli treasury bond tenor panjang, yang kemudian menyebabkan harga tenor panjang meningkat dan imbal hasil menjadi turun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×