Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pembahasan renegosiasi kontrak karya (KK) antara pemerintah dengan dua anak usaha PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM) dan PT Gorontalo Sejahtera Mining (GSM)), hingga sekarang tetap berlangsung alot. Dari enam klausul yang ada, masih ada satu poin yang masih mengganjal, yakni penyesuaian tarif royalti dengan aturan yang berlaku sekarang.
Dede I Suhendra, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, kedua perusahaan tersebut hingga saat ini masih membayar royalti dengan tarif hanya sekitar 1% dari harga jual emas.
"Masa perusahaan sebesar mereka hanya membayar royalti sebesar 1% saja sedangkan izin perusahaan kecil sebesar 3,75%," kata dia, akhir pekan lalu.
Berdasarkan PP Nomor 9 Tahun 2012 tentang entang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian ESDM, pemerintah menetapkan tarif royalti sebesar 3,75% dari harga jual untuk komoditas emas. Namun, tarif ini hanya dapat diberlakukan untuk pemegang izin usaha pertambangan dan izin pertambangan rakyat (IPR), sedangkan untuk KK tarif royalti diatur per masing-masing perusahaan berdasarkan perjanjian awal.
Sekarang ini, pemerintah juga tengah menyiapkan revisi PP Nomor 9/2012, di mana tarif royalti emas akan dinaikkan menjadi 4%. Menurut Dede, nantinya perubahan kontrak soal royalti juga harus dapat mengikuti setiap perubahan perundangan yang berlaku, sehingga jika revisi PP telah terbit J Resources Bolaang Mongondow maupun Gorontalo Sejahtera Mining harus turut menyelaraskan tarif royaltinya.
Dia mengatakan, pemerintah hingga saat ini masih terus menggelar pertemuan dengan J Resources menyoal kesepakatan renegosiasi. Dede menargetkan, seluruh poin reegosiasi kontrak bisa dirampungkan pada tahun 2014. "Kami akan tetap meminta mereka untuk menyesuaikan tarif royalti dengan perundangan yang berlaku," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News