Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Masalah lainnya adalah medium pelapak yang bervariatif. Biasanya pelapak tidak hanya di satu e-commerce saja, bahkan bisa berdagang di media sosial yang lebih sulit untuk diketahui datanya.
“Sebagai WP yang harus melaporakan kewajibannya, mereka sendiri yang tahu soal aliran pendapatannya dari mana saja,” ujar Hestu.
Berdasarkan data Lembaga Kajian Perpajakan dan Keapebeanan (LKPK) estimasi jumlah pekerja yang didukung e-commerce di Indonesia pada tahun 2020 mencapai lebih dari 16 juta pelapak. Jumlah ini meningkat signifikan dari data tahun 2017 yang hanya mencapai 4 juta pelapak.
Baca Juga: Jeff Bezos, dari pendiri startup hingga menjadi Sam Walton abad 21
Data pelapak inilah yang menjadi kendala pemerintah untuk mengetahui kepatuhan pajak. Sebab, dalam prosedur administrasi pendaftaran pelapak tidak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Public Policy dan Government Relation Indonesia E-commerce Association atau Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Rofi Uddarojat mengatakan bila pelapak e-commerce diwajibkan mencantumkan NPWN akan membuat mereka memindahkan usahanya ke platform media sosial.
“Kalau secara administrasi malah jadi ribet, maka pelapak akan berpindah ke media sosial yang lebih simple, tapi awas perdagangan di media sosial malah semakin sulit di awasi karena perusahaannya ada di luar negeri,” kata Rofi.
Hestu menambahkan langkah pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak para pelapak adalah melalui edukasi. Misalnya sejak bulan lalu Kementerian Keuangan telah bekerjasama dengan Bukalapak dan Tokopedia lewat fitur pembayaran pajak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News