Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali menggelontorkan insentif bagi masyarakat untuk menjaga daya beli dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Total anggaran yang digelontorkan mencapai Rp 24,44 triliun, yang mencakup subsidi transportasi, bantuan pangan, hingga insentif bagi pekerja dan pelaku usaha.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, kebijakan ini merupakan respons atas ketidakpastian ekonomi global yang meningkat, terutama akibat tensi geopolitik yang berdampak pada perdagangan dan sektor keuangan dunia.
"Total keseluruhan paket ini nilainya Rp 24,44 triliun, yaitu Rp 23,59 triliun dari APBN dan Rp 0,85 triliun dari non-APBN atau dunia usaha," kata Sri Mulyani usai rapat terbatas di Istana Merdeka, Senin (2/6).
Baca Juga: Kabar Gembira! Sri Mulyani Umumkan Diskon Tiket Transportasi Juni–Juli 2025
Paket insentif ini ditujukan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah potensi pelemahan global. Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun depan hanya akan mencapai 2,8%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 3,3%.
"Situasi ini tentu akan memberikan pengaruh kepada perekonomian nasional, baik dari sisi harga komoditas, ekspor, maupun stabilitas nilai tukar dan suku bunga," ujar Sri Mulyani.
Efektivitas Dipertanyakan
Ekonom Awalil Rizky menilai, insentif semacam ini memang bisa mendorong konsumsi dalam jangka pendek. Namun dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi tidak akan signifikan.
“Diskon transportasi memang meringankan beban masyarakat, tapi dampaknya sangat sementara. Belum tentu menjangkau kelompok rentan yang paling terdampak,” ujarnya kepada Kontan, Senin (2/6).
Menurutnya, yang dibutuhkan saat ini adalah intervensi yang lebih permanen dan menyasar penciptaan pendapatan baru.
"Banyak masyarakat kehilangan pendapatan atau pindah ke sektor informal. Harusnya bantuan langsung tunai (BLT) diperluas, bukan hanya diskon sementara," lanjutnya.
Baca Juga: Bahlil dan Sri Mulyani Rapat di Kantor ESDM, Bahas Realisasi Lifting Minyak Capai 96%
Sementara itu, ekonom Wijayanto Samirin menyebutkan, suntikan dana jumbo di kuartal kedua berpotensi mendongkrak PDB secara nominal. Dengan insentif senilai sekitar Rp 25 triliun plus gaji ke-13 ASN sebesar Rp 40 triliun-Rp 50 triliun, total stimulus bisa mencapai Rp 65 triliun-Rp 75 triliun.
"Dengan suntikan sebesar itu, pertumbuhan kuartal kedua bisa terdongkrak, meski tetap berat untuk bisa menyentuh 5%," ujar Wijayanto kepada Kontan, Senin (2/6).
Namun ia mengingatkan, kebijakan seperti ini tidak berkelanjutan.
“Begitu insentif dihentikan, ekonomi bisa langsung melambat. Harus ada kebijakan yang mendorong kegiatan ekonomi produktif seperti insentif pajak, perbaikan regulasi, dan ekspansi pasar ekspor,” tegasnya.
Meski berdampak jangka pendek, beban APBN menjadi sorotan. Di tengah tekanan penerimaan negara dan kewajiban pembayaran bunga utang, ruang fiskal untuk stimulus semacam ini semakin terbatas.
Selanjutnya: Kinerja Melesat, Begini Prospek Saham di IDX Basic Materials
Menarik Dibaca: Pasar Saham dan Obligasi Hancur, Robert Kiyosaki Bilang Orang Rame-Rame Beli Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News