Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Panitia Kerja Anggaran (Panja) Badan Anggaran (Banggar) DPR telah sepakat untuk menaikkan target batas bawah pendapatan negara menjadi 12,30% dari Produk Domestik Bruto (PDB), naik dari sebelumnya sebesar 12,14% PDB.
Dengan demikian, target pendapatan negara dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 dipatok pada kisaran 12,30% hingga 12,36% PDB.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai bahwa target pendapatan tersebut cukup berat untuk dicapai mengingat kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya berkisar 5%.
Nailul menjelaskan bahwa pajak sebagai sumber penerimaan negara yang paling signifikan, akan sangat diandalkan, terutama dari sisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang direncanakan akan naik tarifnya. Namun, penerimaan negara dari pajak akan terhambat oleh konsumsi rumah tangga yang belum optimal.
Baca Juga: Kemenkeu Akan Evaluasi Tarif & Jenis PNBP Khususnya Kemenhub, Tarif Angkutan Naik?
"Untuk menutupi kekurangan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sepertinya akan diandalkan. Namun, hal ini akan terbatas dan bergantung pada harga komoditas global tahun depan. Jika harga komoditas meningkat, saya rasa PNBP kita bisa naik. Namun, tampaknya akan ada trade off dengan kenaikan harga BBM," kata Nailul kepada Kontan pada Kamis (20/6).
Ia menambahkan bahwa menjaga daya beli masyarakat akan menjadi tantangan utama dalam mencapai target penerimaan tahun depan. "Jangan sampai ada kenaikan harga yang diatur oleh pemerintah. Tampaknya, PPN akan kembali diandalkan," jelasnya.
Nailul juga mengungkapkan bahwa PNBP tahun depan masih akan didukung oleh pemasukan dari ekspor komoditas dan dividen BUMN. "Beberapa tahun lalu, PNBP meningkat karena adanya kenaikan harga komoditas. Saya rasa hal yang sama diharapkan terjadi tahun depan, dengan harapan adanya kenaikan harga komoditas kembali," tutupnya.
Baca Juga: Kenaikan Target Penerimaan Negara di Postur RAPBN 2025 Dinilai Sulit Tercapai
Sementara itu, Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Pasar Global dari Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menyatakan bahwa PNBP yang berasal dari pungutan Kementerian/Lembaga sebaiknya belum diterapkan, karena peningkatan penerimaan negara dapat dilakukan melalui ekstensifikasi pungutan.
"Ini dilakukan agar momentum iklim aktivitas ekonomi yang kondusif tetap terjaga dan mendukung upaya peningkatan pendapatan negara," ujar Myrdal.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa untuk mengoptimalkan pendapatan negara, pemerintah membuka opsi untuk menggenjot penerimaan dari pos PNBP.
"Dari berbagai kebijakan yang ada, masih akan kita pertimbangkan mana yang akan kita dorong dan mana yang akan kita pertahankan. Dalam hal ini, kita sepakat bahwa salah satu peluang adalah PNBP," ujar Febrio dalam Rapat Panja di Badan Anggaran DPR RI pada Kamis (20/6).
Hal ini dilakukan karena pemerintah melihat pos penerimaan perpajakan tidak bisa terlalu diandalkan pada tahun depan.
Baca Juga: Layanan Perpanjang SIM Dibuka Lagi, Cek Jadwal SIM Keliling Jakarta Hari Ini (19/6)
Febrio menyatakan bahwa penerimaan perpajakan dalam tren penurunan setidaknya hingga periode April 2024, disebabkan oleh dinamika perekonomian global, kinerja ekspor Indonesia, serta penurunan harga komoditas.
Kondisi ini menyebabkan banyak korporasi mengajukan restitusi pajak atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak. "Ini mengakibatkan beberapa fenomena seperti restitusi PPh dan PPN," jelasnya.
Melihat penerimaan perpajakan yang cukup menantang tahun depan, pemerintah melihat ada peluang yang bisa dioptimalkan dari kebijakan PNBP. "Kesepakatan peningkatan pendapatan 12,3% PDB kemungkinan besar akan lebih banyak didukung oleh PNBP," terang Febrio.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News