kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perubahan pola konsumsi bisa datangkan pajak


Rabu, 06 September 2017 / 21:17 WIB
Perubahan pola konsumsi bisa datangkan pajak


Reporter: Choirun Nisa | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Pola konsumsi masyarakat mulai berubah belakangan ini. Bank Amerika Merrill Lynch merilis bahwa setiap generasi masyarakat memiliki pola konsumsi yang berbeda-beda. Pemerintah harus memanfaatkan perubahan ini demi mengoptimalkan penerimaan pajak.

Dalam 4 kategori yang dibagi Merrill Lynch, 3 generasi dari tradisionalis, baby boomers, dan generasi X masih menghabiskan sebagian besar pengeluarannya untuk bahan makanan. Tradisionalis sebesar 30,4%, baby boomers 27,2%, dan generasi X 25,3%, dan millennial sebesar 21,7%.

Di sisi lain, berdasarkan data Merrill Lynch, pengeluaran terbesar dari millennial adalah restoran, bahan bakar/gas, dan hobi/baju/elektronik sebesar 23,8%, 10,8%, dan 18,5%. Angka ini merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan ketiga generasi lainnya.

Pengeluaran untuk restoran berdasarkan ketiga generasi dari tradisionalis, baby boomers, dan generasi sebesar 12,8%, 13,5%, dan 17,7%. Sementara untuk bahan bakar dihabiskan ketiga generasi ini masing-masing sebesar 6,7%, 8,5%, dan 9,7%. Terakhir, untuk hobi/baju/elektronik dihabiskan ketiga generasi ini sebesar 11,8%, 14,7%, dan 16,8%.

Menurut ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih, data ini wajib menjadi pertimbangan pemerintah. Pasalnya, pembagian ini telah dilihat dari kebutuhan tiap generasi yang memiliki kebutuhan berbeda.

Berdasarkan data Merrill Lynch, pengeluaran tradisionalis terhadap obat-obatan merupakan terbesar di antara tiga generasi lainnya, yakni 6,4%. Pengeluaran ini pun didasarkan pada fisik tradisionalis yang memang tak lagi muda karena tradisionalis merupakan kelahiran sebelum 1960, baby bloomers 1960-1980, generasi X 1980-2000, dan millennial kelahiran setelah 2000.

"Pemerintah harus perhatikan ini, jangan sampai kehilangan momentum lagi," ujar Lana ketika dihubungi KONTAN pada Rabu (6/9).

Menurutnya, data ini sebaiknya dijadikan pedoman bagi pemerintah untuk memperluas atau mengurangi sektor penerimaan pajak. Misalnya menghilangkan kir kendaraan yang menurut Lana penerimaannya kurang bagus saat ini dan menambah sektor pajak dari transportasi online dan e-commerce saat ini.

Dalam tiga tahun belakangan, Lana melihat perubahan perilaku belanja konsumen, namun hingga kini pemerintah belum mengikuti perkembangan dengan memperluas penerimaan pajak ke sektor ini.

"Padahal sekarang yang lebih tua seperti baby bloomers pun mulai memakai belanja online ini. Perlu ada kajian dari pemerintah untuk mengikuti perubahan konsumsi per generasi ini. Bisa jadi menghilangkan pajak untuk mencari lahan pajak lain dan memasuki ekonomi gaya baru," tutur Lana.

Terkait pengeluaran terbesar millennial yang merupakan restoran, Lana mengatakan, pemerintah memang harus mulai menyasar restoran yang digandrungi millennial saat ini. Pemerintah seharusnya dapat memberikan insentif pajak tersendiri bagi restoran-restoran yang menarik dan banyak didatangi generasi millennial.

"Pemberian insentif ini dengan harapan bisnis restoran bisa berkembang lebih besar lagi dan nantinya dapat mendorong mereka (restoran) untuk membayar pajak dan memberi penerimaan negara yang lebih besar. Bukan untuk dihalangi," kata Lana.

Ia mencontohkan gerai Seven Eleven. Meski kini tutup, tetapi Lana mengakui model bisnis usaha yang nongkrong murah dan menarik seperti Seven Eleven adalah yang kini banyak digandrungi generasi millennial.

"Jadi ya pemerintah harus ikuti perubahan. Seperti kalau punya anak dulu hanya ingin sepeda, lalu minta yang lain-lain kan kita sesuaikan," kata Lana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×