kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah genjot perhutanan sosial agar tingkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar


Jumat, 23 April 2021 / 13:47 WIB
Pemerintah genjot perhutanan sosial agar tingkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar
ILUSTRASI. Menilik Kegigihan Petani Tebing Siring Dapatkan IUP Perhutanan Sosial


Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Lamgiat Siringoringo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selain menjaga hutan tetap asri, pemerintah juga terus memberikan akses kelola dan pemanfaatan kehutanan ke masyarakat. Hingga awal 2021 pemerintah sudah memberikan akses 4,5 juta hektar hutan ke masyarakat. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, target pemberian akses kelola dan pemanfaatan kehutanan pada masyarakat seluas 13,9 juta ha.

Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Erna Rosdiana menyatakan pencapaian target pemberian izin sebenarnya bukanlah target dari pemerintah. Namun pemerintah menginginkan masyarakat bisa menjadikan hutan dan sekelilingnya menjadi skala bisnis. Tentu saja dengan tetap melestarikan hutan. ”Ini akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” ujarnya dalam sesi diskusi Katadata Earth Day Forum 2021, Kamis (22/4).  Namun, dia mengakui, untuk mencapai visi hutan lestari dan masyarakat yang sejahtera masih menemui kendala.

Suwito menjelaskan lima kendala yang mendasari belum semua kelompok Perhutanan Sosial berkembang. Pertama, sebagian masyarakat yang sudah mendapat legalitas pengelolaan hutan belum memahami pentingnya Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Kedua, perlu dukungan sarana produksi dan pengolahan pasca panen. Ketiga, pelatihan keterampilan mengolah produk pertanian atau mengelola pariwisata. Keempat, sulit akses pasar. Kelima, belum meratanya pendampingan.

Untuk meminimalisasi kendala yang ada, Dirjen Pembanguan Daerah Kementerian Dalam Negeri Hari Nurcahya Murni menyebutkan pentingnya kolaborasi antarkementerian dan antarlembaga, antara pemerintah pusat dan daerah, juga bekerjasama dengan pendamping.

Salah satu contoh keberhasilan kolaborasi antar kementerian dan lembaga di pemerintah pusat juga pemerintah daerah setempat, seperti yang dipaparkan Erna, adalah program Perhutanan Sosial di Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wono Lestari yang berada di Desa Burno, Kecamatan Senduro, Lumajang. “Ada KLHK di sana, ada Perhutani, ada Kementerian Pariwisata, juga tentu ada pemerintah daerah,” kata Erna.

Dengan luas SK 940 hektar, masyarakat setempat memproduksi susu, ternak perah, hasil pertanian, dan ekowisata. “Perputaran ekonominya mencapai Rp6 miliar per bulan,” kata Bupati Thoriqul Haq. Sebelum mencapai kesejahteraan ekonomi, kelompok Perhutanan Sosial diberikan pelatihan usaha sampai melakukan studi banding ke daerah yang lebih dulu sukses mengolah susu dan hasil pertanian.

Lumajang menjadi satu dari dua pilot project kolaborasi antarkementerian dan Lembaga terkait. Rencananya, berdasarkan keterangan Erna, akan ada lima daerah lagi yang akan melanjutkan keberhasilan kolaborasi seperti di dua daerah sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×