kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah Evaluasi Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT)


Selasa, 26 Maret 2024 / 16:12 WIB
Pemerintah Evaluasi Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT)
ILUSTRASI. Pemerintah hingga saat ini masih melakukan evaluasi kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT)


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah hingga saat ini masih melakukan evaluasi kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT). Hal ini terkait Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

Dalam Perpres itu disebutkan tujuh industri mendapatkan harga gas US$ 6 per MMBtu yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet. 

"Kami masih melakukan evaluasi untuk pelaksanaan HGBT bersama Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana kepada Kontan, Selasa (26/3).

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, kebijakan HGBT berdampak pada multiplier effect sebesar tiga kali lipat. Laporan tersebut telah ditunjukkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. 

Karena itu, Agus mengusulkan kebijakan HGBT diperluas ke 24 sub sektor manufaktur lainnya. Menurutnya, perluasan itu tidak membebani APBN dan mengurangi penerimaan negara. Sebab, kebutuhan gas untuk industri hanya 30% dari total produksi gas nasional.

"Kalau kita lihat cost and benefit-nya, saya minta masing-masing kementerian dan lembaga harus dilihat dari kepentingan yang utuh, manfaat bagi bangsa dan negara," ujar Agus di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (22/3).

Baca Juga: Meski Belum Sempurna, Asaki Minta Kebijakan HGBT Dilanjutkan

Kementerian Perindustrian melaporkan total nilai HGBT yang dikeluarkan termasuk untuk listrik dari 2021 hingga 2023 sebesar Rp 51,04 triliun. 

Sedangkan nilai tambahnya bagi perekonomian nasional sebesar Rp 157,2 triliun, atau meningkat hampir tiga kali lipat. 

“Artinya, manfaat dan multiplier effect-nya sangat besar bagi ekspor, pendapatan pajak, pengurangan subsidi pupuk, dan investasi,” ujar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Dirjen ILMATE Kemenperin), Taufiek Bawazier.

Dari tujuh sektor industri penerima HGBT, industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor pada tahun 2021-2023 sebesar Rp 84,98 triliun, dengan nilai ekspor terbesar diraih oleh sektor oleokimia sebesar Rp 48,49 triliun.

Bukan hanya ekspor, peningkatan pajak diperoleh senilai Rp 27,81 triliun.  Multiplier effect dari pemberian HGBT juga mendorong investasi baru sebesar Rp 31,06 triliun, serta penurunan subsidi pupuk sebesar Rp 13,33 triliun akibat penurunan Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi. 

Sehingga logikanya, jika HGBT ditiadakan atau tidak diperpanjang, maka terdapat opportunity lost bagi industri yang berujung perekonomian akan merosot dan menurun tiga kali lipat. Hal ini juga menyebabkan produk kita menjadi tidak kompetitif, yang dapat berakibat pada penutupan pabrik serta PHK.

Dari portfolio penerima HGBT, di tahun 2023, industri penerima berjumlah 265 perusahaan dan kelistrikan sebesar 56 perusahaan dengan total penerima sebesar 321 perusahaan. 

Alokasi gas industri hanya 1222,03 BBTUD dan kelistrikan sebesar 1231,22 BBTUD. Artinya, masih lebih banyak sektor kelistrikan penerima alokasi HGBT dibandingkan industri. “Itupun hanya diberikan 85,31 persen dan banyak persoalan di lapangan, termasuk biaya surcharge,” terang Taufik.

Sementara itu, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustinus Gunawan mengatakan, kebijakan HGBT sebesar US$ 6 per MMBTU yang telah dilaksanakan selama ini terbukti mendorong daya saing industri dalam negeri. 

Baca Juga: Kinerja Industri Petrokimia Meningkat Berkat Kebijakan HGBT

Selain itu, dengan perluasan industri penerima manfaat maka ada peluang sinergi antar sektor industri ke depannya.

"Kepastian HGBT krusial untuk kelanjutan re-industrialisasi yang terbukti dari PMI manufaktur yang ekspansif sejak 2021. Ini dampak langsung dari HGBT yang berlaku sejak 2020," kata Yustinus kepada Kontan, Senin (25/3).

Yustinus melanjutkan, pengambilan keputusan yang lebih cepat dapat menjadi momentum untuk melanjutkan pertumbuhan sektor industri.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan, kebijakan HGBT terbukti memberikan efek berganda bagi sektor industri. Pihaknya pun berharap pemerintah tetap melanjutkan kebijakan ini.

"Ini terbukti dengan peningkatan utilisasi kapasitas keramik nasional. Selain itu, tercatat adanya investasi baru sekitar Rp 20 triliun yang berdampak pada penyerapan lebih dari 12.000 tenaga kerja," ujar Edy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×