Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global, pertumbuhan ekonomi Indonesia bertumpu pada geliat konsumsi di dalam negeri. Tahun lalu, konsumsi rumah tangga mengambil porsi 55,74% dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Dalam menjaga daya beli dan konsumsi domestik, peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pun menjadi krusial. Produktivitas UMKM sebagai unit usaha terbesar di Indonesia menjadi motor penggerak sektor riil yang kemudian mendorong laju perekonomian nasional.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mencatat, jumlah UMKM yang eksis di Indonesia saat ini sebanyak 62,92 juta unit. Ini merupakan 99,9% dari total unit usaha di seluruh Indonesia.
Tak heran, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat, kontribusi UMKM terhadap PDB per akhir 2018 lalu mencapai 60,34%. "Bahkan data terbaru menunjukkan share UMKM terhadap PDB sudah makin tinggi yaitu mendekati 65%," ujar Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir, Kamis (4/4).
Sementara dari segi ekspor, UMKM menyumbang sekitar 15,7% dari total ekspor Indonesia. Bicara penyerapan tenaga kerja, UMKM mampu menyerap sekitar 97% tenaga kerja di Indonesia.
Besarnya potensi UMKM sebagai pahlawan perekonomian nasional disadari oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah terus mengerek penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang ditujukan untuk mempermudah akses pelaku UMKM terhadap pinjaman dan pemodalan usaha.
Tahun ini, Iskandar menyebut, target penyaluran KUR nasional sebesar Rp 139,01 triliun. Pemerintah menjaga suku bunga pinjaman KUR pada level single-digit yaitu 7% per tahun.
Yang menjadi pekerjaan rumah dalam penyaluran KUR nasional ialah memastikan sebagian besar pinjaman tersebut, yakni 60%, mengalir pada sektor-sektor yang produktif.
Sektor produksi tersebut antara lain sektor pertanian, perburuan dan kehutanan, sektor kelautan dan perikanan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, sektor pertambangan garam rakyat, sektor pariwisata, sektor jasa produksi, serta sektor produksi lainnya.
Sebab, selama ini penyaluran KUR masih didominasi ke sektor perdagangan. Periode Januari-Februari 2019 ini saja, penyaluran KUR ke sektor perdagangan sebesar 60% atau senilai Rp 13,84 triliun.
"Kita tahu, kalau sektor perdagangan kan yang diperdagangkan itu-itu saja dan bisa mengakibatkan overheating pada ekonomi dan memicu inflasi. Agar ekonomi tumbuh berkelanjutan, caranya mendorong sektor produksi sehingga ada output baru dalam perekonomian," terang Iskandar.
Dengan kata lain, penyaluran KUR kepada sektor-sektor produksi memiliki efek berganda (multiplier effect) yang lebih besar ketimbang ke sektor perdagangan. Selain menghasilkan barang baru, sektor produksi juga mampu menyerap tenaga kerja lebih besar sehingga mampu mendorong perekonomian secara lebih signifikan.
Pekerjaan rumah lainnya ialah, pemerintah mesti mendorong penyaluran KUR ke daerah-daerah di luar Pulau Jawa. Pasalnya, dalam periode Agustus 2015 - Februari 2019, sebesar 54,3% penyaluran KUR terkonsentrasi di Jawa dengan nilai penyaluran Rp 194 triliun.
Sementara, penyaluran KUR di Pulau Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, serta Papua dalam periode tersebut bahkan tak menyentuh 10% dari total penyaluran KUR nasional. Total nilai penyaluran KUR ke ketiga pulau tersebut bahkan tak sampai separuh penyaluran KUR ke Jawa, yaitu hanya berkisar Rp 54 triliun.
"Itu menjadi evaluasi kita, meski memang kita juga tahu bahwa jumlah UMKM di Indonesia memang terpusat di Jawa, terutama Jawa Tengah. Jadi, penyaluran KUR ini in-line dengan sebaran UMKM-nya," kata Iskandar.
Adapun, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Yuana Setyawati mengatakan, dukungan pemerintah terhadap UMKM tak hanya melalui peningkatan penyaluran KUR, tetapi juga melalui pendampingan.
Pendampingan KUR, jelasnya, adalah kegiatan bimbingan dan konsultasi dalam hal pemenuhan persyaratan pengajuan, serta fasilitasi dan mediasi hingga proses pengajuan KUR ke Penyalur KUR yang dilakukan oleh Pendamping KUR.
"Pendampingan KUR dilakukan untuk memastikan eksekusi kredit ini meningkat sehingga penyaluran terserap dengan maksimal oleh pelaku usaha mikro," kata Yuana, Kamis (4/4).
Selain itu, Yuana menjelaskan, Kementerian Dalam Negeri sejatinya juga telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 581/6871/SJ tentang Kredit Usaha Rakyat Tahun 2015 kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota se-Indonesia.
Isinya, Pemerintah Daerah perlu didorong untuk lebih aktif dalam penyiapan data calon penerima KUR dan membentuk kembali tim monev KUR.
Secara makro, Iskandar menambahkan, untuk terus memperluas penyaluran KUR, pemerintah juga berupaya mempertahankan tingkat suku bunga pinjaman pada level single-digit 7% per tahun.
Dengan kondisi Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 175 basis poin tahun lalu, tawaran bunga 7% ini mestinya ideal dan menarik bagi pelaku usaha maupun bagi bank dan koperasi mitra penyalur KUR.
"Dengan suku bunga KUR yang tetap rendah, akses oleh semua sektor pun menjadi makin terbuka. Kita harap, sektor-sektor produksi bisa makin banyak masuk," ujar Iskandar.
Executive Vice President Bisnis Kecil dan Kemitraan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Hari Purnomo mengamini, besarnya potensi penyaluran KUR ke sektor produksi. Sebagai salah satu bank mitra penyalur terbesar, BRI juga berkomitmen meningkatkan penyaluran KUR ke sektor produksi tahun ini.
"Kita sudah petakan sektor produksi. Kita akan garap tier-1 yng menjadi prioritas adalah kelompok-kelompok usaha mikro yang sudah memiliki off-taker," kata Hari.
Selain itu, BRI juga berupaya berinovasi untuk meningkatkan aksesibilitas KUR dengan cara menyediakan ratusan ribu agen BRI Link yang menyusuri daerah-daerah terpencil untuk menjangkau calon debitur KUR, serta digitalisasi proses kredit berbasis internet untuk kredit mikro yaitu fitur BRISPOT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News