Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengalokasikan anggaran untuk penanganan virus Corona (Covid-19) sebesar Rp 677,2 triliun. Adapun berdasarkan realisasi pertanggal 10 Juni 2020, Pemerintah telah mencairkan dana untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 62,44 triliun.
Realisasi tersebut terbagi atas tiga sektor, yaitu belanja untuk jaring pengaman sosial sebesar Rp 58,34 triliun, belanja kesehatan sebesar Rp 247,14 miliar, dan belanja untuk program padat karya tunai di empat Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp 3,86 triliun.
Namun sayangnya, data realisasi penyaluran dana untuk insentif dunia usaha, dukungan bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dan pembiayaan korporasi saat ini masih belum tersedia.
Baca Juga: Dorong daya beli, begini progres program padat karya tunai Kementerian PUPR
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengapresiasi besarnya realisasi anggaran untuk jaring pengaman sosial.
Menurut dia, realisasi tersebut sudah hampir mencapai 30% dari total anggaran jaring pengaman sosial yang dianggarkan pemerintah, yaitu sebesar Rp 203,9 triliun.
"Jika tren penyaluran ini bisa berlanjut, maka pemerintah bisa memenuhi target penyaluran penuh sampai dengan akhir tahun," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (14/6).
Namun demikian, Yusuf menyayangkan realisasi belanja kesehatan yang masih cukup rendah. Padahal, belanja kesehatan ini cukup esensial untuk segera dipenuhi di tengah peningkatan tren kasus.
Baca Juga: Pemerintah sudah cairkan dana penanganan corona Rp 62,44 triliun
Untuk itu, insentif bagi pekerja yang bekerja di garis depan penangangan Covid-19 saat ini sangatlah diperlukan.
Sejalan dengan kebutuhan ini, Yusuf menyarankan agar pemerintah dapat melaporkan transparansi alokasi dana insentif pada saat menyampaikan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikeluarkan setiap bulan.
Adanya transparasi ini, nantinya akan mendorong proses evaluasi yang akan dilakukan oleh stakeholder terkait, misalnya seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ataupun serikat perawat di Indonesia.
Lebih lanjut ia menyarankan, agar mekanisme penyaluran dana program padat karya tunai (PKT) perlu diubah. Ini dikarenakan sebelumnya PKT disalurkan dengan prasyarat ada kegiatan yang harus dilakukan oleh masyarakat.
"Hal ini tentu bertentangan dengan protokoler jaga jarak yang dijalankan pemerintah. Di dalam situasi seperti sekarang, paling mungkin skema PKT diubah menjadi bantuan langsung tunai (BLT) dengan prasyarat pengerjaan proyek dilakukan setelah kasus Covid-19 sudah selesai," paparnya.
Adanya skema BLT dinilai akan lebih memberikan dampak multiplier terhadap perekonomian dalam negeri.
Kemudian, apabila melihat dari total alokasi anggaran penanganan Covid-19, maka beberapa anggaran sudah dirasa relatif tepat. Misalnya seperti anggaran jaring pengaman sosial yang berguna untuk menahan daya beli masyarakat agar tidak terposok lebih dalam.
Baca Juga: Indeks BUMN20 melejit 8,43% selama Juni 2020, saham apa saja yang jadi pendorongnya?
Namun demikian, dalam penyalurannya tetap perlu ada evaluasi terutama dalam validasi dan bentuk penyaluran. Pasalnya, kendala yang seringkali dihadapi pemerintah dalam penyaluran bantuan, berada pada verifikasi data penerima, khususnya untuk bantuan jaring pengaman sosial.
Di samping itu, bantuan untuk kelas aspiring middle class atau kelas masyarakat yang rentan turun ke garis kemiskinan, jumlahnya masih relatif sedikit.
Yusuf menilai, seluruh alokasi dana dalam penanganan Covid-19 ini belum efektif dapat mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Ini dikarenakan program spesifik yang menyingung tentang pengangguran hanyalah kartu prakerja.
Sementara, program ini pun masih perlu dievaluasi baik dalam substansi pelatihan yang terbatas dan juga target penerima. Di sisi lain, bantuan untuk UMKM yang notabene mempunyai kakrakteristik menyerap banyak tenaga kerja, juga hanya menerima bantuan berupa subsidi kredit.
Baca Juga: Hadapi New Normal, Perbankan Mempercepat Transformasi Digital
"Bantuan ini akan relatif kurang jika diimbangi dengan pemberian kredit modal kerja," kata Yusuf.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News